JAKARTA - Penyidik KPK nonaktif Novel Baswedan mengaku malu saat mendengar konferensi pers yang dilakukan lembaganya untuk menanggapi temuan Ombudsman RI terkait maladministrasi pelaksanaan Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Menurutnya, temuan beserta tindakan korektif yang disampaikan Ombudsman RI beberapa waktu lalu dapat dipahami komisi antirasuah sebagai koreksi. Namun, yang terjadi malah berbeda karena KPK terkesan menghindar dari kewajibannya.
"Yang disampaikan oleh Ombudsman ini mestinya harus dipahami sebagai permasalah yang ditemukan dan harus diperbaiki. Tapi yang terjadi justru jauh dari itu," ungkap Novel dalam konferensi pers secara daring, Jumat, 5 Agustus.
Pernyataan yang disampaikan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers pada Kamis, 5 Agustus, disebut juga mengesankan para pimpinan tak peduli dengan persoalan serius dalam pelaksanaan TWK. Hal ini yang lantas membuat Novel menganggap pernyataan KPK begitu memalukan dan ia merasa prihatin.
"Saya sendiri merasa prihatin dengan masalah yang disampaikan oleh Pimpinan KPK kemarin. Pak Ghufron yang menyampaikan justru menghindar dari permasalahan, tidak mau tahu dengan adanya persoalan yang serius. Tentunya ini sangat memalukan sekali dan saya sendiri mendengarnya malu," tegasnya,
Novel menyebut hasil laporan Ombudsman tersebut secara terang menyebut ada sejumlah permasalahan dalam pelaksanaan TWK termasuk masalah integritas dan manipulasi. Tapi, temuan tersebut seakan tidak mengganggu para pimpinan KPK dan mereka justru melakukan pembelaan dan ini mengindikasikan hal serius.
Dia kemudian mengingatkan, KPK bukanlah milik Pimpinan KPK tapi milik masyarakat yang diharapkan bisa memberantas korupsi. Sehingga, Novel meminta Firli Bahuri dkk tak menganggap sepele masalah integritas dan kredibilitas.
"Saya berharap temuan dari Ombudsman ini bisa jadi suatu telaah yang baik yang kemudian bisa kita melihat bahwa upaya untuk menyingkirkan, upaya melemahkan dengan cara begini ini harus dilihat sebagai hal yang serius," ungkapnya.
"Bahkan saya melihatnya Pimpinan KPK yang terlibat. Sehingga, ke depan harus kita lihat (temuan Ombudsman, red) sebagai persoalan karena upaya untuk membuat KPK ditinggalkan pegawai yang bekerja baik, kita bisa melihat bukan sebagai hal yang sepele," imbuh Novel.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, KPK menyatakan keberatan dan tak akan menjalankan tindakan korektif yang disampaikan Ombudsman RI setelah ditemukan maladministrasi dan penyalahgunaan wewenang dalam proses pelaksanaan TWK.
Ada 13 poin keberatan KPK yang berujung pada penolakan melaksanakan tindakan korektif sesuai laporan Ombudsman RI.
BACA JUGA:
Poin tersebut di antaranya KPK menganggap Ombudsman melanggar kewajiban hukum untuk menolak laporan atau menghentikan pemeriksaan atas laporan yang diketahui sedang dalam pemeriksaan pengadilan.
KPK juga memandang legal standing pelapor, yaitu para pegawai yang dinyatakan tak lolos TWK bukan masyarakat penerima layanan KPK sebagai pihak yang berhak melapor ke Ombudsman.
Tak hanya itu, komisi antirasuah menyebut tindakan korektif dari hasil laporan Ombudsman RI tak memiliki hubungan sebab akibat dan bertentangan antara kesimpulan dengan laporan akhir.