JAKARTA - Kematian misterius 153 gajah di Botswana, Afrika bagian selatan, pada Senin, 17 Juni menimbulkan banyak pertanyaan. Penyelidikan telah membuktikan gajah-gajah tersebut bukan tewas karena perburuan, apalagi diracun oleh para 'pembunuh' hewan liar.
Jumlah kematian misterius gajah dalam dua bulan terakhir di wilayah ini jelas menjadi duka mendalam bagi Botswana. Apalagi, banyak di antara bangkai gajah yang masih terlihat utuh.
Penyelidikan dikembangkan. Namun, melansir Reuters, otoritas baru-baru ini berkomentar soal kemungkinan matinya para gajah akibat anthrax.
Anthrax telah lama jadi penyakit yang mengancam keberadaan satwa liar di Botswana. Namun, Koordinator Satwa Liar Regional Dimakatso Ntshebe mengatakan, tak boleh ada kesimpulan apapun yang diambil sebelum hasil forensik menunjukkan penyebab kematian sesungguhnya.
"Kami masih menunggu hasil forensik (yang) menunjukkan sebab kematian," katanya.
Meski begitu, secara keseluruhan, adanya perburuan liar telah sangat mengancam populasi gajah. Namun, jumlah tersebut tidaklah besar. Di tahun 1990-an saja, Botswana telah mencatat peningkatan kematian, dari 80 ribu ekor menjadi 130 ribu. Selain perburuan, kondisi cagar alam yang tak terkelola dengan baik juga jadi kendala.
BACA JUGA:
Kehilangan populasi menempatkan gajah pada masalah lain: konflik dengan petani. Keberadaan gajah di sekitar pusat aktivitas warga telah merusak lahan-lahan pertanian.
Tahun lalu, Presiden Botswana Mokgweetsi Masisi mencabut larangan berburu satwa liar yang sempat berlaku selama lima tahun. Larangan itu ditetapkan oleh presiden sebelumnya, Ian Khama.
Pencabutan itu dilakukan karena otoritas mulai melihat gajah sebagai 'hama'. Pencabutan larangan juga menjadikan gajah wisata perburuan yang mampu mengundang wisatawan. Namun, rencana Masisi tak berjalan baik. COVID-19 telah menutup akses wisatawan.
Selain gajah, spesies lain yang kini terancam keberadaannya adalah badak Okavango Delta. Setidaknya, 25 badak jenis itu ditemukan tewas oleh para pemburu dari Desember sampai awal Mei.