Bagikan:

JAKARTA - Misteri kematian 34 gajah Afrika di Zimbabwe menemui titik terang. Otoritas Pengelolaan Taman dan Margasatwa Zimbabwe menyatakan dugaan terbaru bahwa kematian gajah diakibatkan bakteri penyebab penyakit menular hemorrhagic septicemia.

Melansir CNA, Rabu, 30 September, pihak taman nasional akan melakukan tes lanjutan untuk mengonfirmasi kematian puluhan gajah Afrika. Meski meyakini bakteri sebagai penyebab kematian, tes lanjutan disebut penting untuk melindungi gajah Afrika lain yang masih hidup.

Zimbabwe, bersama negara Afrika lain, Botswana adalah rumah bagi empat 400 ribu gajah. “Kami meyakini bukan cuma masalah bakteri saja yang dapat berdampak serius pada keberlangsungan hidup populasi gajah Afrika,” kata Direktur Jenderal Otoritas Pengelolaan Taman dan Margasatwa Zimbabwe Fulton Mangwanya.

"Wilayah barat laut Zimbabwe memiliki populasi gajah yang tinggi. Dan wabah penyakit ini mungkin berkembang dari situ, terutama di musim kemarau yang panas, sehingga gajah ditekan oleh persaingan untuk mendapatkan air dan sumber makanan," tambahnya.

Senada dengan Mangwanya, Kepala Penelitian dari Save the Elephants Chris Thouless mengungkap populasi gajah yang tinggi --baik itu di Zimbabwe maupun Botswana-- memunculkan kekhawatiran soal tingginya tingkat penularan. "Populasi yang lebih tinggi sama dengan risiko yang lebih besar dari penyakit menular," kata Thouless.

Thouless pun menambahkan kematian gajah erat pula kaitannya dengan perubahan iklim. Hal itulah yang membuat pasokan air berkurang dan suhu meningkat. Alhasil, perubahan iklim meningkatkan kemungkinan sebuah wabah berkembang pada gajah Afrika.

Sementara itu, Konsultan pengelolaan satwa liar yang berbasis di Zimbabwe, Vernon Booth mengungkap bahwa saat ini sulit menghitung seluruh populasi gajah Afrika di Zimbabwe. Dirinya pun memperkirakan jumlahnya dapat mendekati 90 ribu, dengan asumsi sekitar dua ribu hingga tiga ribu gajah meninggal setiap tahun karena berbagai sebab.