Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah Zimbabwe mengumumkan akan menjual hak untuk menembak 500 gajah tahun ini, bagi para pecinta olahraga berburu. 

Juru Bicara Otoritas Pengelolaan Taman dan Satwa Liar Zimbabwe Tinashe Farawo mengatakan, penurunan pendapatan pariwisata karena pandemi virus corona adalah salah satu alasan utama kebijakan ini.

"Kami makan apa yang kami bunuh. Kami memiliki anggaran sekitar 25 juta dolar Amerika Serikat untuk operasi, yang kami kumpulkan sebagian melalui perburuan olahraga. Tetapi, Anda tahu pariwisata hampir mati saat ini karena pandemi virus corona," tutur Farawo seperti melansir CNN, Jumat 23 April.

Pengumuman itu datang hanya beberapa minggu setelah keluar pengumuman, gajah hutan Afrika dan gajah sabana Afrika dinyatakan berstatus terancam punah.

Langkah Pemerintah Zimbabwe ini mendapat tentangan dari aktivisi. SimisoMlevu, juru bicara Pusat Tata Kelola Sumber Daya Alam, kelompok advokasi lingkungan dan hak asasi manusia Zimbabwe, mengatakan keputusan untuk mengizinkan perburuan gajah mengerikan.

"Kami mengutuk keras perburuan trofi, praktik yang mengganggu hewan liar dan meningkatkan konflik kehidupan manusia dengan alam liar," kritik Mlevu.

"Hampir bisa dipastikan, keluarga satwa liar yang masih hidup dan menyaksikan penembakan tidak masuk akal terhadap anggota keluarga mereka, akan membalas dendam pada penduduk desa setempat," paparnya.

"Bertentangan dengan argumen pemerintah bahwa perburuan trofi dimaksudkan untuk membantu konservasi. Praktik ini dimotivasi oleh keserakahan dan seringkali uang bahkan tidak diperhitungkan. Ada kebutuhan akan tindakan yang lebih inovatif dan ramah lingkungan, untuk meningkatkan pendapatan dari safari foto dan pariwisata secara umum," tambahnya.

Untuk diketahui, selain Zimbabwe, beberapa negara di Afrika juga mengizinkan perburuan gajah dengan bayaran. Pada Bulan Desember, Namibia menjual 170 gajah liar bernilai tinggi, untuk dijual karena kekeringan dan peningkatan jumlah gajah.