Studi Israel Ungkap Vaksin COVID-19 Pfizer Terkait dengan Peradangan Mata
Ilustrasi vaksinasi COVID-19. (Wikimedia Commons/MDGovpics)

Bagikan:

JAKARTA - Vaksin COVID-19 lansiran Pfizer memiliki kemungkinan terkait edngan peradangan mata yang disebut uveitis, berdasarkan studi multicenter yang dipimpin oleh Prof. Zohar Habot-Wilner dari Sourasky Medical Center Tel Aviv.

Penelitian dilakukan di Kampus Perawatan Kesehatan Rambam, Pusat Medis Galilee, Pusat Medis Shaare Zedek, Pusat Medis Sheba di Tel Hashomer, Pusat Medis Kaplan dan Sourasky. Hasil diterima untuk publikasi oleh jurnal oftalmologi peer-review 'Retina'.

Habot-Wilner, kepala Layanan Uveitis di rumah sakit tersebut menerangkan, pihaknya menemukan 21 orang (23 mata) yang telah menerima dua suntikan vaksin Pfizer, mengembangkan uveitis dalam satu hingga 14 hari setelah menerima vaksin pertama. Atau, satu hari hingga satu bulan penuh setelah pemberian vaksin kedua.

Wilner mengatakan, dua puluh satu orang mengembangkan uveitis anterior. Sementara, dua lainnya mengembangkan Multiple Evanescent White Dot Syndrome (MEWDS), seperti mengutip The Jerusalem Post, Rabu 4 Agustus.

"Semua pasien dalam penelitian ini memenuhi kriteria Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Naranjo, yang menghubungkan timbulnya uveitis dengan vaksinasi. Kerangka waktu ini konsisten dengan laporan uveitis lainnya setelah berbagai vaksin," terang Habot-Wilner.

vaksin pfizer
Ilustrasi vaksin Pfizer. (Wikimedia Commons/Prefeitura Campinas)

Lebih jauh diterangkan olehnya, setiap pasien yang memiliki penyakit sistemik lain yang mungkin terkait dengan uveitis, berada di bawah kontrol sebelum vaksinasi. Selain itu, tidak ada pasien yang mengalami perubahan dalam perawatan sistemik mereka setidaknya selama enam bulan sebelum mendapatkan suntikan.

Habot-Wilner mengungkapkan, delapan dari 21 pasien tersebut memiliki riwayat uveitis sebelumnya. Namun, itu dialamai sekitar satu sampai dengan 15 tahun sebelum vaksinasi saat ini.

Secara khusus, sebagian besar kasus ringan, hanya tiga yang parah, dengan semua kasus uveitis anterior dapat diobati dengan kortikosteroid topikal dan obat tetes mata untuk pelebaran pupil. Kasus MEWDS, seperti yang diterima, tidak ditangani.

"Hanya satu kasus yang memburuk setelah menerima dosis kedua," menurut Habot-Wilner, tetapi dia mengatakan, dengan pengobatan yang tepat penyakit itu juga dapat disembuhkan.

"Pemeriksaan pada akhir masa tindak lanjut menemukan, ketajaman visual semua mata membaik dan penyakit benar-benar sembuh," sambungnya.

"Kesimpulannya adalah, saya merekomendasikan vaksinasi untuk orang dengan atau tanpa riwayat uveitis," Habot-Wilner menekankan. Namun dia mengatakan, jika orang mengalami serangan uveitis setelah menerima vaksin COVID-19, maka harus mendapatkan pemeriksaan mata yang baik dan ditangani dengan tepat. Dan, jika uveitis terjadi setelah dosis pertama, penderita uveitis tetap masih bisa menerima dosis kedua.

Habot-Wilner menambahkan, sangat jarang terjadi uveitis disebabkan secara umum oleh vaksinasi, tetapi, peradangan mata telah dikaitkan dengan vaksin lain.

"Ini sangat jarang terjadi, tetapi jika Anda merasa ada sesuatu yang salah dengan mata Anda, jika Anda mengalami rasa sakit, kemerahan, atau penurunan penglihatan, segera kunjungi dokter mata Anda," pungkasnya.