Warga Bali Tewas Dibacok setelah Cekcok Kredit Macet, Polda Bali: Tak Boleh Pakai Jasa <i>Debt Collector</i>
Pertemuan di Polda Bali/FOTO IST

Bagikan:

DENPASAR - Peristiwa pembunuhan di Monang-Maning, Denpasar, Bali karena permasalahan kredit macet motor menjadi sorotan publik.

Polda Bali menggelar pertemuan dengan mengundang pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK), finance dan pihak eksternal perusahaan pembiayaan.

Wadir Reskrimsus Polda Bali, AKBP Ambariyadi Wijaya mengatakan, kegiatan zoom meeting yang diselenggarakan oleh Ditreskrimsus Polda Bali ini dilaksanakan sebagai upaya preventif dan preemtif Polri agar peristiwa yang terjadi di di Jalan Subur, Monang-Maning, Denpasar tidak terjadi lagi.

AKBP Wijaya sangat menyayangkan peristiwa yang terjadi di Monang Maning sampai merenggut korban jiwa.

"Padahal, semua sudah tertuang secara jelas dalam aturan bagaimana pihak kreditur menarik jaminan fidusia, apabila pihak debitur tidak bisa melaksanakan kewajibannya," kata AKBP Wijaya di Mapolda Bali, Selasa, 27 Juli.

Pertemuan menghasilkan kesepakatan yakni semua pihak menaati dan mematuhi aturan sesuai Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

Tak hanya itu, pihak finance juga sepakat dengan pihak OJK agar dalam pelaksanaan tugas di lapangan tetap berpedoman pada peraturan OJK No. 35/POJK.05/2018tentang penyelenggaraan usaha perusahaan pembiayaan. Kemudian, mempedomani Perkap No. 8 Tahun 2011, tentang pengamanan eksekusi jaminan fidusia dan Putusan MK No. 18/PUU-XVII/2019 tentang jaminan fidusia agar terciptanya kondisi yang kondusif.

"Bahkan, pihak OJK sudah pernah melayangkan surat pemberitahuan bernomor S-152/NB.22/2021 tanggal 17 Mei 2021 kepada seluruh direksi perusahaan pembiayaan terkait kerjasama dengan pihak ketiga dan atau penggunaan tenaga alih daya untuk fungsi penagihan," imbuh AKBP Wijaya.

Berdasarkan Perkap No. 8 Tahun 2011, pihak finance dimungkinkan untuk meminta bantuan kepada kepolisian untuk melakukan pengamanan guna menguasai fisik dari benda yang diikat jaminan fidusia. 

Namun dalam prakteknya, masih banyak ditemukan tindakan debt collector yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Bahkan, mengarah ke perbuatan melawan hukum. 

Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tindakan mereka bisa mengarah ke tindak pidana, salah satunya adalah pasal 368 KUHP tentang tindak pidana pemerasan.

"Untuk itu, pihak finance dalam melakukan proses pemberian kredit (survei) dilakukan kepada calon debitur agar lebih teliti dan hati-hati," ujar AKBP Wijaya.

"Segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi sertifikat jaminan fidusia harus dilakukan. Dan, berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Untuk itu, kami mengimbau kepada finance agar tidak menggunakan pihak ketiga (eksternal Polri) dalam melakukan eksekusi jaminan fidusia," tegasnya.

Warga Tewas di Tangan Debt Collector

Diberitakan sebelumnya, pengeroyokan hingga pembunuhan Gede Budiarsana di Monang Maning Denpasar, Bali dipicu karena debt collector ingin menyita motor kakak korban Ketut Widiada yang telat satu tahun membayar kredit. 

"Jadi diduga satu tahun tidak membayar kredit," kata Kapolresta Denpasar Kombes Jansen A Panjaitan, Senin, 26 Juli.

Sepeda motor tersebut adalah milk korban Ketut Widiada (37). Ketut saat itu mendatangi Kantor PT Beta Mandiri Multi Solusien (BMMS) bersama adiknya almarhum Gede Budiarsana (34) untuk melakukan pembicaraan karena didatangi oleh 4 debt collector ke rumahnya.

Di kantor BMMS terjadi keributan. Korban Gede Budiarsana disebut polisi mengeluarkan rantai kalung hingga memancing emosi para pelaku. Sempat terjadi perkelahian, dua korban melarikan diri. 

"Ada kesalahpahaman karena korban mengeluarkan rantai kalung. Jadi melihat ini para pelaku terpicu emosinya sehingga terjadi peristiwa pengejaran dan penebasan ini," imbuh Kombes Jansen.

Awalnya menurut polisi, korban ingin menyelesaikan persoalan ini dengan meminta tenggat waktu pembayaran. Tapi pihak BMMS menganggap waktu yang diberikan sudah melampaui sehingga motor harus disita. 

"Awalnya mereka (pelaku) mendatangi ke kediaman korban. Oleh korban sudah menyatakan bahwa ini harus sesuai keputusan pengadilan. Akhirnya (korban)  datang ke kantor dan di kantor terjadi kesalahpahaman. Menurut keterangan salah satu pelaku korban almarhum sempat mengeluarkan benda tajam ini yang memicu mereka lebih emosi lagi," ujar Kombes Jansen. 

(30),  Gusti Bagus Christisn Alevanto (23) alias Elvan, Gerson Pattiwelapia (23) dan Dominggus Bakar Bessy alias Boncu (23).

Sementara untuk korban merupakan kakak beradik bernama Gede Budiarsana (34) dan kakaknya Ketut Widiada (37) alias Jro Dolah. 

Kedua korban saat melarikan diri dikejar debt collector. Korban Gede Budiarsana ditebas dengan senjata tajam hingga korban tewas di jalanan. 

Sementara, kakak korban Ketut Widiada mengalami luka robek pada bagian kepala dan berhasil menyelamatkan diri.

"Kemudian, diduga korban (Gede Budiarsana) saat itu kehabisan darah dikuatkan oleh saksi yang melihat," ujar Kombes Jansen.