Bagikan:

JAKARTA - Pembunuhan George Floyd, pria kulit hitam oleh Derek Chauvin, polisi Minneapolis, Amerika Serikat (AS) menggerakkan aksi solidaritas di berbagai negara. Di Thailand, tiga ratus orang bergabung dalam protes yang dilakukan secara daring.

Melansir Reuters, Senin, 8 Juni, peserta aksi terdiri dari masyarakat lokal dan pendatang asing di Thailand. Mereka menandai lengan mereka dengan kata-kata terakhir Floyd sebelum tewas akibat himpitan lutut Chauvin di leher: I Can't Breath. Mereka berkumpul di platform pertemuan video, Zoom.

Dalam aksi itu, para peserta juga menonton video detik-detik kematian Floyd. Salah satu penyelenggara aksi, Natalie Bin Narkprasert menyampaikan pesan menyentuh tentang diskriminasi masyarakat keturunan Afrika.

“Saya sudah tinggal di tiga benua sekarang. Saya punya teman baik yang berasal dari komunitas Afrika, yang juga orang Amerika berkulit hitam, dan Anda melihat perbedaan yang mencolok dalam bagaimana mereka diperlakukan,” tutur Natalie.

"Setiap orang memiliki harapan, setiap orang memiliki mimpi, semua orang berdarah merah, Anda tahu. Sangat gila bahwa mereka masih memiliki ini pada 2020 ketika pada tahun 1963, Martin Luther King melakukan pidato kebebasannya," tambah Natalie.

Kelompok ini juga menonton video berdurasi 8 menit dan 46 detik. Mereka menonton video tersebut dalam keheningan. Mereka menonton adegan di mana leher Floyd ditekan dengan lutut polisi berkulit putih untuk mengetahui 'bagaimana rasanya'.

Beberapa demonstran juga mengatakan terdapat aksi rasisme juga di Asia, meskipun mungkin lebih halus. Meski demikian, mereka berharap untuk perubahan bertahap agar tidak ada lagi tindak rasisme.

Gerakan di Inggris

Sebelumnya, terdapat aksi protes di Inggris. Di London, puluhan ribu orang berkumpul, satu spanduk bertuliskan: Inggris juga bersalah.

Rekaman yang diunggah di media sosial menunjukkan para demonstran di Bristol, Inggris Barat bersorak saat mereka merobohkan patung Edward Colston dan dibuang ke sungai. Edward Colston merupakan seorang pedagang budak abad ke-17. 

Chaniya La Rose, seorang siswa berusia 17 tahun di London protes dengan keluarganya. Mereka mengatakan mengakhiri ketidaksetaraan adalah hal yang sudah lama ditunggu. "Itu hanya perlu dihentikan sekarang. Seharusnya tidak sesulit ini untuk menjadi setara," katanya.

 

Menteri Kesehatan Matt Hancock, sebelumnya mengatakan bahwa bergabung dengan protes 'Black Lives Matter' berisiko berkontribusi terhadap penyebaran COVID-19. Kedutaan AS adalah fokus protes di tempat lain di Eropa.

Terdapat lebih dari 10.000 berkumpul di Kedutaan AS di Kopenhagen, ratusan di Budapest, dan ribuan orang di Madrid. Mereka berbaris di jalan yang dijaga oleh polisi dengan pakaian anti huru-hara.