Bagikan:

JAKARTA - Gerakan solidaritas Black Lives Matter (BLM) yang mencuat sejak Mei masih terus berlanjut. Di Australia, ribuan pengunjuk rasa di kota-kota besar turun ke jalan pada Sabtu, 4 Juli. Tuntutan pengunjuk rasa keadilan semakin spesifik menyuarakan masih adanya penganiayaan terhadap penduduk asli, Suku Aborigin.

Melansir Reuters, protes tersebut berlangsung di Adelaide, Brisbane, Cairns, Darwin, Perth dan kota-kota lainnya. Dalam tuntutannya, pengunjuk rasa menuntut para pemangku kebijakan memberi perhatian lebih pada minoritas seiring munculnya kesadaran global antirasisme.

Pengunjuk rasa mendesak pemerintah untuk mengadakan penyelidikan kembali terhadap penghancuran dua gua sakral Aborigin kuno saat perusahaan pertambangan Rio Tinto masuk Australia. Apalagi, mengingat saat ini dari data pemerintah terbaru telah menunjukkan bahwa penduduk asli Australia hanya 3 persen dari total populasi 25 juta populasi keseluruhan Australia.

Penyelenggara aksi unjuk rasa, Bogaine Spearim mengungkap protes tersebut merupakan kelanjutan dari protes global selepas meninggalnya kulit hitam, George Floyd di tangan polisi Minneapolis, Amerika Serikat.

"Tidak ada petugas polisi atau penjaga penjara yang pernah didakwa melakukan pembunuhan dan dikirim ke penjara. Jadi, itu sebabnya kami berada di sini untuk keadilan," ucapnya.

Seperti yang disiarkan televisi lokal, tampak pengunjuk rasa berteriak menyuarakan keadilan bagi suku Aborigin. "Selalu, tanah ini selalu menjadi tanah Aborigin" dan, "Tidak ada keadilan, tidak ada perdamaian, tidak ada polisi rasis,”

Uniknya, pada aksi unjuk rasa di Sydney, penyelenggara aksi mengimbau massa untuk tetap mengedepankan protokol pencegahan COVID-19. Mereka pun turut membagikan masker dan membawa hand sanitizer.

Setali dengan itu, aksi juga menghadirkan ritual kuno merokok ala suku Aborigin. Ritual tersebut merupakan tanda bahwa ada keluarga mereka yang telah meninggal dalam tahanan kepolisian.