Bagikan:

JAKARTA – Dokter  Lois Owien yang menyatakan tak percaya pada COVID-19 membuat heboh. Akibat ucapannya yang tersiar melalui medsos ia pun diduga menyebarkan hoaks dan kini menjadi tersangka. Menurut Ketua Umum IDI (Ikatan Dokter Indonesia) Dr. Daeng M. Faqih, SH, MH, di luar negeri juga ada dokter yang berpendapat seperti ini.

Di beberapa negara  maju ada juga dokter yang menyatakan tidak percaya pada COVID-19. “Sebenarnya kasus yang terjadi seperti dokter Lois ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Di beberapa negara maju seperti Jerman  ada juga kelompok dokter yang tidak percaya dan menyatakan pendapatnya secara terbuka soal COVID-19. Oleh pemerintah setempat juga ditangkap mereka,” tandas Daeng dalam wawancara daring kepada VOI pada Rabu 14 Juli.

Dokter di negara tersebut juga ditangkap karena pendapatnya amat bertolakbelakang dengan pendapat yang berlaku universal. “Karena pendapat yang disampaikan itu pendapat yang berbeda, sangat bertolak belakang dengan keilmuan yang dianut sekarang ini secara universal,” lanjutnya.

Dokter Lois usai diperiksa Bareskrim (Foto: tangkapan layar video yang beredar di kalangan wartawan)
Dokter Lois usai diperiksa Bareskrim (Foto: tangkapan layar video yang beredar di kalangan wartawan)

Sejatinya berbeda pendapat, masih kata Daeng, boleh saja. Secara keilmuan mereka yang menyatakan perbedaan pendapat itu harsunya memberikan argumentasi berdasarkan riset dan penelitian ilmiah juga. Jadi perdebatannya dalam kerangka ilmiah, bukan hanya berlandaskan opini saja. Dan perdebatannya bukan di media sosial juga yang audiens-nya beragam dari bermacam latar belakang. “Silahkan membantah pendapat yang sudah diakui secara universal itu dengan reset secara ilmiah dengan bukti-bukti yang kuat dan sahih. Jangan cuma berdasarkan opini pribadi saja,” tandasnya.

Menurut Daeng tindakan yang diambil polisi dengan menangkap dan memeriksa dokter Lois tujuannya untuk meredahkan. Soalnya publik bisa bingung kalau polemik ini berkepanjangan, apalagi sekarang ini masih dalam masa penanggulangan pandemi COVID-19 dan PPKM Darurat.

“Masyarakat bisa bingung kalau polemik ini berlarut-larut.  Ini amat membahayakan kepentingan umum. Apalagi pemerintah sedang melakukan penanganan bencana pandemi COVID-19 ini dengan amat serius,” katanya.

Pernah Jadi Anggota IDI

Sementara itu saat ditanya apakah Dokter  Lois Owien adalah anggota IDI, begini klarifikasi dari Daeng. “Dulu dia memang pernah menjadi anggota IDI. Tapi keanggotannya tidak diperpanjang alias kedaluwarsa,” kata dia.

Karena dia bukan lagi anggota IDI, lanjut Daeng, secara organisasi sebenarnya IDI tidak berhak melakukan pembinaan atau pembelaan pada yang bersangkutan saat ditangani kepolisian kini. Tetapi karena tanggungjawab profesi dan yang bersangkutan pernah menjadi anggota IDI, induk organisasi kedokteran itu lalu melayangkan surat panggilan untuk berdialog dengan Dokter Lois Owien. “Kami sudah melakukan panggilan pada dia. Sebenarnya hari ini (14 Juli) dijadwalkan. Tetapi hari Minggu (11 Juli) polisi lebih dulu memanggil dia. Ya kita tunggu penyelesaian yang dilakukan kepolisian,” ujarnya.

Di luar proses hukum yang sedang ditangani oleh polisi sebagai Ketua Umum IDI, Dr. Daeng M. Faqih, SH, MH, menegaskan dalam bekerja seorang dokter itu ada rambu-rambunya; sumpah dokter dan kode etik kedokteran Indonesia. “Seorang dokter kalau menyampaikan pendapat di media sosial tidak bisa sembarangan, jangan sampai membeuat gaduh dan resah masyarakat. Harus diingat selalu sumpah dokter dan kode etik kedokteran,” tandasnya setelah menjelaskan soal Dokter  Lois Owien yang tak percaya pada COVID-19.