IDI Pertanyakan Lambatnya Daerah Buat Shelter Isolasi COVID-19, padahal Pemerintah Pusat Sudah Gelontorkan Dana
Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M. Faqih. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M. Faqih menganggap isolasi mandiri di rumah bagi ornag yang terpapar COVID-19 berpotensi menularkan virus ke anggota keluarganya.

Daeng menganggap, penerapan PPKM mikro di setiap daerah mengamanatkan penyediaan shelter atau lokasi isolasi mandiri terkendali kepada pasien COVID-19 yang bergejala ringan dan tanpa gejala.

"Saya kira, jangan masyarakat disuruh bertarung sendiri dengan isolasi mandiri karena strategi ini sudah disiapkan. Semua pemerintah daerah mestinya melakukan ini," kata Daeng dalam diskusi virtual, Sabtu, 26 Juni.

Namun, sayangnya Daeng melihat tak semua daerah sudah siap dalam penyiapan shelter sebagai lokasi isolasi COVID-19 saat kasus terus melonjak seperti sekarang ini.

"Ini yang belum kita lihat nih. Kalau dulu, pemerintah daerah di Bekasi melakukan (membangun shelter), Bandung, Jakarta, hampir senua melakukan. Sekarang ini belum lagi," ujar dia.

Daeng mengaku heran mengapa masih ada daerah yang belum mengantisipasi penyebaran kasus dengan menampung pasien isolasi COVID-19 di lokasi terpusat.

Sebab, pemerintah pusat telah menggelontorkan dana penanagan COVID-19 tahun ini ke tiap daerah.

"Menurut penjelasan pemerintah pusat, dana dana tuh sudah diserahkan ke daerah," ungkap Daeng.

Jika masih ada pemerintah daerah yang lambat dalam menyediakan shelter, Daeng meminta anggaran ditarik lagi ke pemerintah pusat dan penanganan COVID-19 di daerah tersebut dilaksanakan oleh Satgas COVID-19 tingkat pusat.

"Sekarang daerah harus take action ini. Kalau tidak, mohon maaf, mending dana itu ditarik lagi, dikasihkan ke Pak Alex Ginting (Kepala Bidang Penanganan Kesehatan Satgas COVId-19) yang melakukan," ungkap Daeng.

"Kalau daerah tidak mau melakukan, dananya sudah turun, mending tarik lagi sistem komando dari atas yang mengerjakan karena itu bisa menyelesaikan persoalan overload di pelayanan rumah sakit dan mencegah penularan di lapangan," lanjutnya.

Menanggapi hal itu, Kepala Bidang Penanganan Kesehatan Satgas COVID-​19 Alexander Ginting mengaku sebuah upaya pengendalian bencana, khususnya pandemi, harus menerapkan fungsi komando, koordinasi, dan kolaborasi.

Oleh sebab itu, kebijakan anggaran dan kebijakan politik berasal dari kebijakan satu pintu dan kemudian diturunkan ke daerah. Namun, ia mengaku hal itu tak sepenuhnya berjalan mulus.

"Tetapi dalam rangka pengelolaan itu, tidak sama geraknya dan dinamikanya dalam merespons. kendatipun anggaran itu sudah disampaikan, karena dia tidak tahu mau berbuat apa. kemudian sense of crisis tidak bisa diterjemahkan secara cepat," jelas Alexander.

Karenanya, Alexander meminta kepada pemerintah daerah untuk segera menyiapkan shelter isolasi COVID-19, baik menggunakan aula, GOR, sekolah, hingga rumah susun.

"Kalau melihat daerahnya itu sudah banyak yang harus diisolasi dan rumahnya tidak memadai, maka shelter harus dicari. Enggak mesti gedung mewah, yang penting bisa dijadikan fungsi isolasi," imbuhnya.