Bagikan:

JAKARTA - Pimpinan Pusat Muhammadiyah, mendorong pemerintah untuk menjamin keselamatan para tenaga kesehatan serta memastikan suplai oksigen tersedia. Hal ini agar angka kematian akibat COVID-19 bisa ditekan.

“Semakin tingginya angka kematian menggambarkan bahwa pasien-pasien dengan kondisi sedang-berat juga tinggi, konsekuensinya kebutuhan oksigen semakin meningkat dengan sangat pesat," ujar Wakil Ketua Muhammadiyah COVID-19 Command Center (MCCC) Aldila Al Arfah dilansir Antara, Selasa, 13 Juli.

Aldila mengatakan apabila dua hal itu tak menjadi prioritas penanganan hari ini, maka dikhawatirkan semakin banyak korban yang gugur akibat COVID-19 baik nakes maupun masyarakat serta penanganan pasien di RS kolaps.

Berdasarkan data dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sampai 8 Juli lalu ada 458 orang dokter meninggal, khusus Juli sudah 35 orang. Angka itu belum ditambah dengan nakes lainnya yang gugur.

Sementara di sisi warga, pada 11 Juli mencatatkan angka kematian tertinggi berdasarkan data harian Satgas Penanganan COVID-19 mencapai 1.007 jiwa. Apabila ditotalkan dengan angka kematian hingga kemarin mencapai 67.355 jiwa sejak Maret 2020.

Menurutnya, penambahan kasus tersebut adalah pasien yang dideteksi melalui PCR. Sementara masih banyak lagi pasien-pasien yang isolasi mandiri maupun di luar RS yang menderita COVID-19 berdasarkan kondisi klinis dan rapid antigen.

Saat ini, kata Aldila, situasi yang harus menjadi perhatian khusus adalah keterbatasan oksigen dan komoditas kesehatan lainnya. Banyak rumah sakit saat ini mengeluhkan pasokan oksigen yang suplainya tidak pasti.

"Rumah sakit-rumah sakit sudah berkoordinasi dengan para rekanan suplier oksigen dan dinas kesehatan setempat, bahkan banyak rumah sakit saat ini mengisikan tabung oksigennya sendiri ke tempat refill/pengisian ulang tabung oksigen," ujarnya.

Rumah sakit juga banyak yang sudah melakukan upaya memperpanjang usia stok oksigen, dengan triase bencana, mengurangi suplai kepada pasien secara merata dan lain sebagainya.

"Namun kasus yang begitu tinggi mengakibatkan hal-hal yang dilakukan oleh Rumah Sakit tersebut masih belum memadai. Di sisi lain, obat-obatan untuk penanganan COVID-19 sudah mulai terbatas, baik di pasaran maupun di rumah sakit. Bilamana hal-hal tidak diintervensi secara adekuat, maka Layanan Kesehatan di Indonesia akan kolaps," kata Aldila menegaskan.