AS Peringatkan China: Jangan Coba-coba Serang Filipina!
Kapal Perang Filipina Frigat Berpeluru Kendali Jose Rizal Class (FF-150). (Wikimedia Commons/Mass Communication Specialist 1st Class Rawad Madanat)

Bagikan:

JAKARTA - Amerika Serikat (AS) mengeluarkan peringatan keras terhadap China, jika serangan terhadap Filipina akan memicu reaksi balasan dari AS sebagai sekutu Manila yang terikat dalam perjanjian.

Peringatan ini dikeluarkan oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken, Minggu 11 Juli kemarin. Blinken dengan tegas menolak klaim luas China di Laut China Selatan. Peringatan ini mengacu pada Perjanjian Pertahanan Bersama antara AS dengan Filipina yang ditandatangani pada tahun 1951 silam. 

"Amerika Serikat menegaskan kembali kebijakan 13 Juli 2020 mengenai klaim maritim di Laut China Selatan," kata Antony Blinken, merujuk pada penolakan oleh pemerintahan mantan Presiden Donald Trump atas klaim China atas sumber daya lepas pantai di sebagian besar Laut China Selatan, seperti mengutip Reuters Senin 12 Juli. 

"Kami juga menegaskan kembali,serangan bersenjata terhadap angkatan bersenjata Filipina, kapal umum, atau pesawat terbang di Laut China Selatan akan meminta komitmen pertahanan bersama AS berdasarkan Pasal IV Perjanjian Pertahanan Bersama AS-Filipina tahun 1951," tegas Antony Blinken.

Pasal perjanjian itu berbunyi, "setiap Pihak mengakui serangan bersenjata di wilayah Pasifik pada salah satu pihak akan berbahaya bagi perdamaian dan keselamatannya sendiri dan menyatakan bahwa ia akan bertindak untuk menghadapi bahaya bersama sesuai dengan ketentuan proses konstitusional."

Sebelumnya, Menlu Blinken sudah menegaskan permasalahan ini, termasuk dalam  pertemuan dengan Menlu Filipina Teodoro Locsin Jr. pada 8 April lalu. Kala itu, Blinken menegaskan kembali mengenai penerapan perjanjian ini di Laut China Selatan.

Jumat pekan lalu, Kementerian Luar Negeri China menegaskan Beijing tidak menerima putusan atau klaim apapun terkait dengan keputusan Pengadilan Arbitrase Internasional di Den Haag, Belanda tahun 2016. 

China mengedepankan klaim historis perairan yang disebut sebagai Sembilan Garis Putus, menyebabkan konflik perbatasan dengan Brunei, Malaysia, Fiipina, Taiwan dan Vietnam.

Untuk diketahui, mengutip BBC 12 Juli 2016, Mahkamah Arbitrase Internasional menyatakan klaim historis China di Laut China Selatan tidak memiliki landasan hukum. Mahkamah meenyebut, reklamasi pulai yang dilakukan Beijing tidak memberikan hak apapun kepada mereka. Keputusan ini diambil berdasarkan Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) 1982.