Terbunuhnya Orang Kulit Hitam di Minneapolis oleh Aparat Mempertajam Isu Rasisme
Ilustrasi (Jacob Morch/Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Insiden terbunuhnya seorang warga kulit hitam George Floyd karena diduduki oknum aparat kepolisian mempertajam isu rasisme di Amerika Serikat. Insiden yang terjadi di Minneapolis membuat ratusan warga kulit hitam turun ke jalan untuk menggelar aksi unjuk rasa. Buntutnya, empat polisi yang terlibat kejadian itu dipecat. 

Semuanya bermula ketika dua petugas kepolisian Minneapolis mendekati kendaraan yang diparkir di blok 3700 Chicago Avenue South. Menurut rekaman CCTV dari sebuah toko yang diterima The Washington Post, mereka terlihat menghampiri si pengemudi yang diketahui bernama George Floyd. Salah satu aparat itu kemudian memborgol tangan Floyd dan menduduki lehernya. 

Banyak warga yang menyaksikan peristiwa itu. Salah satunya Darnella Frazier, orang yang merekam kejadian itu dan menyebarkannya di Facebook

Ketika semakin banyak orang yang menyaksikan kejadian itu,  Floyd mulai merintih kesakitan. Menurut kesaksian Frazier dalam videonya yang lain dijelaskan, wajah pria itu ditekan begitu keras sampai hidungnya berdarah. "Kamu hanya akan duduk di sana dengan lutut di lehernya?" tanya seorang saksi kepada polisi tersebut.  

Beberapa menit kemudian, pria itu tampak tidak bergerak, matanya terpejam dan kepalanya terkulai di jalan. "Dirinya bahkan sama sekali tidak bergerak," kata seorang saksi yang memohon kepada polisi untuk menghentikannya. Saksi lainnya bertanya kepada polisi tersebut "Apakah anda membunuhnya?"

Kemudian, pria yang sudah tidak sadarkan diri itu ditandu ke dalam ambulans. Orang-orang yang masih berada ditempat kejadian itu bilang ke dua orang polisi tersebut bahwa insiden itu akan menghantui mereka selama sisa hidup mereka.

Usut punya usut polisi menindak lanjuti laporan terkait kasus pemalsuan yang diduga dilakukan oleh Floyd. Menurut pengakuan polisi ia terpaksa dilumpuhkan karena melakukan perlawanan. Tapi informasi itu masih sumir. Sementara itu Kepala Kepolisian Minneapolis, Medaria Arradondo meminta FBI untuk menyediliki kasus lebih lanjut. 

Menyulut aksi unjuk rasa

Kejadian itu menyulut ratusan orang untuk berkumpul di sepanjang tempat kejadian perkara (TKP) dan melakukan aksi unjuk rasa. Kerumunan orang itu kemudian melakukan aksi long march ke markas kepolisian setempat. 

Di depan markas kepolisian itu demonstran kemudian bentrok dengan polisi. Menurut Star Tribune, gas air mata ditembakkan untuk membubarkan massa.

Aksi itu lebih mengkhawatirkan lagi di tengah kondisi pagebluk COVID-19 seperti sekarang ini. Kendati demikian, pejabat kota mengatakan tidak akan mencoba untuk menghentikan aksi unjuk rasa untuk mengekspresikan kemarahan masyarakat atas kematian Floyd. 

Buntut dari kejadian itu, empat petugas kepolisian Minneapolis yang terlibat dipecat. Walikota Minneapolis Jacob Frey mendukung keputusan tegas itu.

"Ini adalah keputusan yang tepat untuk kota kami dan komunitas kami. Ini adalah keputusan yang tepat untuk Departemen Kepolisian Minneapolis," kata Frey ketika menggelar konferensi pers yang dikutip The Washington Post

Mempertajam isu diskriminasi

Masih menurut The Washington Post, penegakan hukum di daerah tersebut memang sedang banyak dikritik dalam beberapa tahun terakhir karena dianggap penyalahgunaan wewenang. Pada 2016 misalnya, seorang perwira dari Departemen Kepolisian St. Anthony menembak dan membunuh warga kulit hitam, Philando Castille. 

Insiden itu kemudian mendapat kecaman dari masyarakat. Pasalnya korban ditembak ketika hendak menunjukkan Surat Ijin Mengemudi dan lisensi senjata apinya.  

Sementara pada 2017, kejadia serupa terulang kembali. Seorang perwira polisi Minneapolis menembak secara fatal Justine Damond yang berusia 40 tahun setelah ia menelepon 911 untuk melaporkan kemungkinan serangan di dekat rumahnya. Insiden kematian Damond bertepatan dengan pembebasan petugas yang membunuh Castile. Kejadian itu semakin memperburuk hubungan antara penegak hukum dan masyarakat. 

Yang terbaru pada Selasa, video seorang perempuan bernama berkulit putih bernama Amy Cooper yang memanggil polisi setelah seorang pria bernama berkulit hitam bernama Christian Cooper meminta agar ia merantai anjingnya di Kota New York viral di media sosial. Setelah kejadian itu Amy Cooper diberhentikan dari pekerjaannya di sebuah perusahaan investasi.