JAKARTA - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar mengungkapkan tantangan utama penanggulangan terorisme di masa pandemi COVID-19 yang kini menggunakan media internet.
"Selama masa pandemi grup teroris memaksimalkan aktivitas daring. Mereka aktif melakukan propaganda dan proses rekrutmen anggota bahkan soal pendanaan," kata Boy Rafli dikutip Antara, Kamis, 1 Juli.
Pandemi COVID-19 tidak hanya mengancam aspek kesehatan tetapi juga bagi keamanan dan ketertiban dunia. Kelompok teroris justru menciptakan tantangan baru misalnya lewat aktivitas teroris di dunia maya yang semakin masif.
Menurut Boy Rafli, aktivitas di internet yang dilakukan teroris sangat mudah dilakukan dan malah lebih efektif dalam mendoktrin generasi muda untuk mendukung ideologi mereka dan kemudian ikut melakukan aksi teror.
Sebagai contoh kasus wanita muda yang menyerang Mabes Polri beberapa waktu lalu. Ia diduga terpapar ideologi ISIS dari internet. Kini, teroris juga menggunakan internet dalam melakukan pendanaan untuk mendukung aksi terorisme.
"Selama pandemi berlangsung terdapat kenaikan 101 persen transaksi keuangan mencurigakan," kata dia.
Saat ini, kata dia, ada kecenderungan perempuan menjadi teroris. Studi dari Soufan Center menyebut angka dukungan kepada teroris yang dilakukan kaum perempuan bertambah di wilayah Asia Tenggara.
BACA JUGA:
Secara statistik pada 2015 ada tiga perempuan yang ditangkap karena kasus terorisme. Jumlah itu naik drastis kurun waktu 2016 hingga 2020 yang mencapai 40 orang.
Dalam tiga tahun terakhir Indonesia telah menyaksikan aksi terorisme yang dilakukan perempuan yakni di Surabaya, Sibolga dan baru-baru ini di Makassar, Sulawesi Selatan.
Selain itu, tantangan di masa pandemi COVID-19 ialah radikalisme serta adanya Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi teroris asing atau Foreign Terorist Fighters (FTF). Untuk FTF diperkirakan 600 hingga 700 WNI ditahan di sejumlah kamp di Suriah. Lebih miris lagi mayoritas dari mereka adalah perempuan dan anak-anak.