JAKARTA - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa kontak erat kasus COVID-19 harus ikut melakukan karantina mandiri saat PPKM darurat Jawa-Bali berlaku.
Hal ini, kata Budi, perlu dilakukan untuk menghindari jika orang-orang yang telah berinteraksi secara dekat dengan kasus terkonfirmasi positif ikut tertular lalu mereka kembali menularkan ke orang lain.
"Kita akan memperketat semua orang di kontak erat itu harus dikarantina dulu supaya tidak menularkan," kata Budi dalam konferensi pers pengumuman PPKM darurat, Kamis, 1 Juli.
Nantinya, pemerintah daerah akan menerjemahkan mekanisme penelusuran kontak erat yang lebih masif dari sebelumnya. Kontak erat ini akan dilakukan tes COVID-19 dan wajib karantina sementara sampai hasil tes keluar.
"Testingnya bisa menggunakan rapid antigen kalau swab PCRnya lama. Kalau PCR, targetnya kita, hasil testing harus bisa keluar dalam waktu 24 jam. Kalau PCR tidak bisa keluar dan waktu 24 jam, kita memakai rapid antigen," ungkap Budi.
Upaya pemeriksaan kepada kontak erat ini mengikuti target pemerintah yang akan meningkatkan jumlah orang yang diperiksa COVID-19 atau testing 4 kali lipat lebih banyak dari sebelumnya.
Hal ini mulai diterapkan saat penerapan PPKM darurat di Jawa dan Bali sejak tanggal 3 hingga 20 Juli. Budi mengklaim hal ini sesuai dengan petunjuk WHO.
"Kita juga akan meningkatkan testing dan tracingnya kita sampai 3 sampai 4 kali lipat dari yang ada sekarang," ujarnya.
Budi menyebut, langkah tes yang masif ini juga dilakukan di negara-negara lain yang sedang mengalami lonjakan kasus COVID-19. Rata-rata, angka testing Indonesia per hari mencapai 100 ribu hingga 150 ribu.
"Dari sekitar 100 ribuan (tes per hari), sekarang kita bisa menaikkan menjadi 400 ribu sampai 500 ribu testing per hari. Kita sudah memberikan guidance sesuai dengan standar WHO," ungkap Budi.
BACA JUGA:
Pemerintah pusat memberi target peningkatan jumlah tes di tiap daaerah. Jika daerah memiliki positivity rate di bawah 5 persen, maka hanya perlu memeriksa 1 orang per 1.000 penduduk per minggu.
Kalau positivity rate 5 sampai 15 persen, tes dilakukan kepada 5 orang per 1.000 penduduk per minggu. Positivity rate 15 sampai 25 persen, tes dilakukan kepada 10 orang per 1.000 penduduk per minggu.
"Kalau daerah atau klaster-klaster yang sudah tinggi positivity ratenya, di atas 25 persen, kita harus naikkan itu sampai 15 kali lipat atau 15 tes per 1000 populasi per minggu," sebut dia.