JAKARTA - Pemerintah akhirnya mengumumkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat untuk mengatasi lonjakan COVID-19 mulai tanggal 3 hingga 20 Juli mendatang.
Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani Aher, mengingatkan pemerintah agar melakukan sinkronisasi dan koordinasi dari pusat hingga daerah agar tidak menjadi kebijakan mandul dan tidak efektif. Menurutnya, pemerintah harus melakukan sinkronisasi dan koordinasi kebijakan dengan pemda agar tidak terjadi kebingungan dan penolakan.
"Bukankah ujung tombak pelaksanaan PPKM Darurat ada di Pemda? Jangan sampai kebijakan jadi mandul dan tidak efektif karena kurangnya koordinasi pusat-daerah," ujar Netty kepada wartawan, Kamis, 1 Juli.
PPKM Darurat mengatur work from home sesuai sektor, pembatasan mall dan resto serta peniadaan kegiatan sekolah tatap muka, seni budaya, sosial kemasyarakatan, dan peribadatan. Netty menilai, aturan kebijakan tersebut harus jelas.
"Pemerintah harus menjelaskan bagaimana penerapan PPKM Darurat di lapangan. Apa yang membedakan PPKM darurat dari kebijakan PPKM Mikro dan PSBB? Indikatornya harus di-break down, jangan hanya ganti istilah yang membuat lelah publik," tegasnya.
Ketua Tim COVID-19 F-PKS ini juga menilai kebijakan PPKM Darurat sebagai langkah terlambat. Sebab seharusnya, kebijakan tarik rem darurat sudah dilakukan sejak awal, sebagai bentuk keseriusan pemerintah melakukan pengetatan mobilitas.
"Ini kan jadi seperti terlambat menyadari bahaya. Bukankah para epidemilog dan asosiasi tenaga kesehatan sudah mengingatkan akan terjadinya ledakan kasus sejak lama, bahkan dengan adanya varian virus baru," kata Netty.
Diketahui, per Rabu, 30 Juni, tercatat ada penambahan sebanyak 21.807 kasus positif sehingga bertambah menjadi 2.178.272 kasus positif tercatat, dan total 58.491 korban meninggal sepanjang pandemi di Indonesia. Sedangkan capaian vaksinasi kedua untuk tiga sasaran di Indonesia baru 33,37 persen atau 13.465.499 jiwa dari target 40.349.049 jiwa.
BACA JUGA:
Menurut Netty, penambahan kasus eksponensial ini membutuhkan strategi pengendalian pandemi (flattening the curve) yang proven dan terukur. Karenanya, pemerintah harus memastikan manajemen bencana yang terukur dan terevaluasi dari hulu sampai hilir.
"Mulai dari implementasi protokol kesehatan di masyarakat, diagnostik percepatan tracing - testing yang harus dimaksimalkan, capaian target vaksinasi tanpa lihat domisili, pengetatan perbatasan, hingga upaya terapeutic bagi korban dan survivor," jelasnya.
Netty berharap, ditunjuknya Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan sebagai pengendali kebijakan PPKM Darurat Jawa Bali dapat memperbaiki keadaan. Apalagi, ini merupakan kali kedua Luhut dipercaya Presiden Jokowi.
"Akan tetapi, kita harus pastikan bahwa kebijakan penanganan pandemi harus kembali berorientasi kepada kesehatan dan keselamatan masyarakat, yang akhirnya akan kembali memulihkan perekonomian," ujar Netty.