Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PKS, Netty Prasetiyani Aher, mempertanyakan masuknya 20 warga negara (WN) asal China ke Indonesia di tengah kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Jawa dan Bali.

Menurutnya, PPKM Darurat tidak menjamin terhentinya penyebaran virus COVID-19, jika penerapan kebijakannya setengah-setengah. 

"Pemerintah harus tegas dalam mencegah masuknya TKA yang diduga dapat menjadi sumber penularan. Jangan sampai publik menilai pemerintah hanya lip service dalam kebijakan pengendalian COVID-19!," ujar Netty kepada wartawan, Selasa, 6 Juli.

Ketua DPP PKS itu khawatir PPKM Darurat bisa jadi tidak efektif. Lantaran ada kecemburuan di masyarakat.

“Ini akan menimbulkan pertanyaan publik, kenapa WN China diistimewakan dalam PPKM Darurat? Apakah dengan dalih proyek strategis nasional maka hal ini dibiarkan terjadi?" tanya Netty.

Netty menilai, PPKM akan efektif bila ada konsistensi kebijakan penanganan COVID-9 yang bermuara pada penurunan laju jumlah warga yang terkena virus mematikan tersebut.

"Pemerintah harus konsisten, jika ada kebijakan pengetatan maka pemberlakuannya harus diterapkan secara adil dan menyeluruh kepada warga maupun pendatang, di kawasan yang terkena aturan maupun tidak," tegasnya.

Mengutip IDI, sambung Netty, lonjakan kasus di Indonesia salah satunya diakibatkan adanya virus varian baru  dengan daya sebar lebih kuat yang berasal dari luar negeri. Virus ini, jelas dia, tidak cukup dilawan dengan sekadar  menunjukkan sertifikasi vaksin dan hasil  negatif test PCR sebelum keberangkatan. 

 

Karenanya, kata Netty, tes seharusnya dilakukan juga di setiap pintu masuk negara dan bandara. "Tidak ada jaminan selama perjalanan tidak terjadi penularan. Bukankah sebaiknya ditutup dulu pintu masuk TKA ke Indonesia untuk mencegah terjadinya penyebaran virus varian baru?," kata legislator Jawa Barat itu.

Netty menambahkan, Taiwan dan Hong Kong menetapkan Indonesia sebagai negara berstatus risiko tinggi penularan COVID-19, seperti India. Bahkan, Jepang dan Arab Saudi pun diketahui melakukan pengetatan izin masuk bagi pendatang dari Indonesia.

"Demi keselamatan rakyat dan martabat  bangsa, pemerintah seharusnya melakukan hal yang sama terhadap pendatang yang berasal dari negara berisiko dan endemik varian baru COVID-19," tandas Netty.