Bagikan:

JAKARTA - Kelompok terorisme tak kenal waktu dalam melakukan pergerakan, termasuk saat kasus COVID-19 di Indonesia sedang tinggi. Terbukti, dengan dua terduga teroris jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang ditangkap di Jakarta.

Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan menyebut, kedua terduga teroris itu berperan menerima paket yang isinya beberapa senjata api (senpi).

"Densus 88 Antiteror Polri Satgas Wilayah DKI Jakarta bekerja sama dengan Satgas Wilayah Bangka Belitung melakukan penangkapan terhadap 2 orang diduga teroris namanya adalah DS dan SY," ucap Ramadhan kepada wartawan, Rabu, 30 Juni.

Paket itu yang diterima DS dan SY merupakan kiriman dari terduga teroris lainnya berinisial AS yang berada di Bangka Belitung. Dia sudah ditangkap sebelumnya oleh Densus 88 Antiteror.

"Perannya adalah menerima barang paket titipan daru saudara AS yang dikirim dari Provinsi Bangka Belitung," ungkap Ramadhan.

Berdasarkan pemeriksaan, paket yang diterima kedua terduga teroris itu berisi beberapa senpi dan amunisi. Bahkan, satu di antaranya senpi laras panjang.

"Barbuk yang diamankan adalah 3 pucuk senapan (laras) panjang dengan amunisi 120 butir. Kemudian 3 pucuk senpi jenis revolver dengan amunisi 100 butir juga ada dua pisau belati dan beberapa barang bukti lain," kata Ramadhan.

Kedua terduga teroris ini, sambung Ramadhan, ditangkap di wilayah berbeda. Untuk terduga teroris DS ditangkap di Duren Sawit, Jakarta Timur. Sedangkan, SY ditangkap di Kembangan, Jakarta Barat.

Tetapi, mereka ditangkap di hari yang sama yaitu 30 Juni. Di mana, hari itu penyebaran COVID-19 sangat tinggi.

Merujuk data Kementerian Kesehatan, ditemukan sebanyak 21.807 kasus positif COVID-19. Kasus positif itu ditemukan berdasarkan hasil pemeriksaan 142.731 spesimen.

Bahkan, untuk Jakarta tercatat sebanyak 7.680 kasus positif baru. Sehingga, secara akumulatif telah 543.468 orang telah terjangkit COVID-19 sejak kasus pertama ditemukan.

Di sisi lain, meski tak dipungkiri, selama masa pandemi penangkapan para terduga teroris cukup banyak, tapi tren radikalisme justru menurun.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar mengungkapkan, menurunnya tren potensi radikalisme pada masa pandemi COVID-19 terlihat dari hasil survei yang dilaksanakan BNPT bersama Alvara Research dan Nasarudin Umar Foundation.

Dalam survei menyebutkan, Indonesia berada pada kategori medium negara yang terdampak terorisme. Sedangkan, pada tingkat regional di Asia Tenggara, Indonesia masih lebih aman dibandingkan dengan Filipina, Thailand dan Myanmar.

"Hasil survei yang dilaksanakan oleh BNPT bersama Alvara Research Nasarudin Umar Foundation, menyatakan bahwa tren potensi radikalisme di Indonesia menurun dari tahun 2017 sebesar 55,2 persen atau masuk dalam kategori sedang. Tahun 2019 sebesar 38,4 persen kategori rendah dan menjadi 14 persen pada tahun 2020 yaitu kategori sangat rendah," ujar Boy.

Akan tetapi, lanjut Boy, secara global Indonesia harus tetap waspada lantaran banyak penyebaran paham radikal terorisme yang dilakukan melalui media online.

Hal itu, kata dia, diserukan oleh PBB dengan mengeluarkan resolusi nomor 532 pada tanggal 1 Juli 2020 dalam rangka menjaga perdamaian dan keamanan internasional di masa pandemi.

"Isi seruannya adalah meminta agar dilakukan dengan segera gencatan di daerah konflik di berbagai belahan dunia," katanya.

Meski begitu, tambah Boy, permintaan gencatan tersebut tidak berlaku bagi operasi militer terhadap teroris internasional antara lain ISI dan Al Qaeda.

"Hal ini menunjukkan bahwa upaya pemberantasan terorisme internasional tetap dijalankan walaupun sedang menghadapi masa pandemi," pungkasnya.