JAKARTA - Di tengah mewabahnya COVID-19, pihak berwenang Tiongkok mengidentifikasi kemunculan kembali penyakit black death atau yang juga dikenal pes. Temuan itu didapat Minggu, 5 Juli. Tiongkok langsung menetapkan status Siaga 3 untuk kasus tersebut.
Melansir New York Times, temuan penyakit pes teridentifikasi di diri seorang gembala di Kota Bayannur. Gembala itu kini tengah menjalani perawatan di rumah sakit setempat dan dalam kondisi stabil.
Meski begitu Komisi Kesehatan Kota Bayyannur memperingatkan potensi mewabahnya virus lama. Temuan ini juga akan memperberat upaya umat manusia dalam memerangi penularan-penularan penyakit.
Sementara, warga di sekitar lokasi temuan wabah telah diperingatkan untuk berhenti berburu, melakukan kontak, apalagi memakan hewan-hewan yang berpotensi membawa virus, terutama marmot. Warga juga diminta segera melaporkan setiap temuan tikus mati.
Pejabat di Beijing turut mengungkap temuan kasus serupa pada November 2019 lalu. Disebut serupa lantaran penyakit yang ditemukan kala itu disebabkan oleh bakteri yang sama, yakni Yersinia Pestis. Bakteri ini biasanya ditularkan oleh kutu tikus yang terinfeksi.
Ancaman serius
Seperti telah kami bahas dalam "Black Death: Wabah Pencabut Puluhan Juta Nyawa yang Ditangani Ogah-ogahan oleh Pemerintah Kolonial". Pes adalah penyakit mematikan. Maka, dunia menghadapi ancaman serius.
Otoritas kesehatan di Tiongkok pun memperingatkan bahwa potensi wabah ini tak sepele. Di abad pertengahan, pes telah membunuh 60 persen populasi di Eropa.
Penyakit pes ditandai dengan pembengkakan kelenjar getah bening. Hal ini bisa jadi kendala lantaran gejala awal yang mirip flu dan sukar diidentifikasi. Penyakit ini biasanya berkembang dalam tiga sampai tujuh hari.
BACA JUGA:
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memaparkan, 30-60 persen kasus wabah pes tak bisa diobati ketika penyakit terlambat dideteksi. Sebab, antibiotik dapat menyembuhkan penyakit hanya pada tahap awal saja.
Melihat besarnya interaksi harian warga Tiongkok dan sekitarnya dengan hewan-hewan potensial, rasanya harus ada langkah terukur dari otoritas. Di Mongolia, misalnya. Warga kerap memelihara marmot di dalam rumah. Mereka juga mengonsumsi marmot lantaran daging dan ginjal marmot yang dipercaya bisa dijadikan obat tradisional penunjang kesehatan.