Bagikan:

JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menegaskan, fakta tentang ribuan anak terpapar COVID-19 mestinya semakin membangun kesadaran semua orang bahwa pandemi masih menjadi bagian tak terpisah dari dinamika kehidupan sehari-hari. Bukti sudah lebih dari cukup, sehingga ketaatan pada protokol kesehatan (prokes) tak boleh lagi diperdebatkan.

Bambang mengatakan, lonjakan jumlah kasus atau pasien COVID-19 saat ini tidak mengejutkan karena predictable. Sebab, sudah diperkirakan beberapa pekan sebelum libur panjang merayakan hari besar keagamaan. 

"Perkiraan itu mengacu pada meningkatnya mobilitas atau aktivitas mudik sebagian masyarakat saat itu. Namun, yang membuat situasi terasa semakin kelam adalah fakta tentang ribuan anak terpapar COVID-19," ujar Bambang, Minggu, 27 Juni.
 

Fakta ini, lanjut dia, hendaknya mendorong para orang tua untuk semakin peduli pada ancaman COVID-19 dan tentu saja lebih melindungi anak-anak agar tidak terinfeksi. Virus Corona atau SARS-CoV-2 yang terus bermutasi kini telah juga menghadirkan ancaman terhadap anak dan remaja. Mutasi virus dipahami sebagai perubahan materi genetik virus, perubahan itu kemudian mempengaruhi cara kerja virus.

"Jadi, kalau pada awal pandemi diasumsikan bahwa SARS-CoV-2 tidak menghadirkan ancaman serius bagi kaum muda dan anak-anak, ceritanya kini menjadi lain setelah virus ini diketahui terus bermutasi. Kini, masyarakat mengenal beberapa varian dari virus corona setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyeragamkan penyebutannya," jelasnya.

Diketahui, setelah lebih dari setahun mewabah, kini sedikitnya ada 10 varian virus corona SARS-CoV-2 yang mewabah di berbagai belahan dunia. Ada varian Alpha yang terdeteksi pertama kali di Inggris. Kemudian varian Beta dari Afrika Selatan yang terdeteksi pertama kali di Teluk Nelson Mandela pada Oktober 2020. Varian Gamma, sebelumnya disebut P.1 terdeteksi di Brasil.

Lalu varian Delta dari India, varian Epsilon yang ditemukan di California, Amerika Serikat (AS), varian Zeta juga dari Brasil, varian Eta yang juga terdeteksi di Inggris, varian Theta yang ditemukan di Filipina, varian Iota yang terdeteksi di New York, AS dan varian Kappa yang juga ditemukan di India.

Sebagaimana dilaporkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), beberapa varian virus tadi sudah terdeteksi di dalam negeri dan menginfeksi sejumlah orang, termasuk varian Delta. Bahkan, Kemenkes sudah mengingatkan bahwa varian Delta atau B1617 dari India cenderung menyerang kelompok anak dan remaja hingga usia 18 tahun.

Di Jakarta, catatan resmi pada Kamis, 24 Juni, melaporkan bahwa dari 7.505 kasus baru COVID-19, 1.112 orang di antaranya adalah pasien anak di bawah 18 tahun. Tak hanya di Jakarta, pemerintah Kabupaten Cianjur di Jawa Barat juga melaporkan bahwa sejak awal pandemi, jumlah anak yang terpapar virus ini mencapai 1.081 orang. Dari Kepulauan Bangka Belitung, pihak berwenang setempat juga melaporkan bahwa jumlah anak yang terkonfirmasi positif COVID-19 hingga 13 Juni 2021 mencapai jumlah 2.517 anak.

"Fakta ini sangat memprihatinkan, namun patut dikedepankan sebagai contoh kasus, agar para orang tua di daerah lain juga waspada serta proaktif melindungi anak-anak," kata mantan ketua DPR itu.

 

Selain mengacu pada contoh kasus di atas, kata Bamsoet, pernyataan para dokter juga patut digarisbawahi para orang tua. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) belum lama ini mengungkap bahwa jumlah kasus COVID-19 pada anak di Indonesia sekitar 11-12 persen dari total kasus. Jumlah ini termasuk yang tertinggi di dunia.

Ada juga fakta lain yang relevan untuk dipahami semua keluarga. Jumlah pasien anak di Rumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC) Wisma Atlet cenderung meningkat. 

 

Komandan Lapangan RSDC Wisma Atlet Letkol Laut M Arifin mengatakan jumlah pasien anak mencapai 10 persen dari total pasien yang dirawat di RSDC Wisma Atlet. Kelompok orang tua yang tidak patuh Prokes dan tidak percaya akan virus Corona yang sedang mewabah dituding sebagai penyebab terpaparnya anak-anak.

"Kalau penularan COVID-19 sudah menyasar anak, para orang tua hendaknya semakin realistis terhadap ancaman wabah ini. Ancaman ini nyata. Maka, bukan hanya orang tua yang wajib taat prokes, melainkan juga anak-anak. Orang tua harus semakin proaktif melindungi, mengingat prilaku anak dan remaja yang dinamis menyebabkan mereka sering lalai pada urgensi prokes," tegas Bamsoet.

"Sudah terbukti bahwa virus SARS-CoV-2 dengan semua varian-nya masih terus mengintai dan bisa menginfeksi semua usia, termasuk anak balita. Kendati sebagian masyarakat sudah menerima vaksin Corona, durasi pandemi sekarang ini belum bisa dihitung, terutama karena varian baru virus ini terus bermunculan. Kekebalan komunal (herd immunity) belum bisa terwujud dalam waktu dekat karena keterbatasan jumlah vaksin," sambungnya.

Dengan begitu, tambah Bamsoet, virus Corona masih akan ada di sela-sela kehidupan bersama. "Kapan virus ini akan melemah atau menghilang, belum ada yang bisa memperkirakannya. Maka, demi keselamatan semua anggota keluarga kepatuhan pada prokes adalah mutlak dan jangan lagi ditawar-tawar," katanya.

Bamsoet menuturkan, ketika pandemi sekarang ini memasuki gelombang II di dalam negeri, masalah yang mengemuka terlihat makin kompleks. Kini perhatian tak hanya fokus pada lonjakan jumlah kasus baru, tetapi juga pada fakta terpaparnya ribuan anak dan remaja.

Masalah lain yang juga mulai mencemaskan adalah kapasitas atau tingkat keterisian rumah sakit rujukan yang hampir penuh, alat-alat penunjang kesehatan yang jumlahnya makin menipis akibat lonjakan jumlah pasien, hingga menurunnya kemampuan dokter dan para tenaga medis memberi pelayanan akibat kelelahan.

"Agar perkembangan pandemi di dalam negeri tidak semakin memburuk, kepatuhan pada prokes menjadi satu-satunya strategi dan pilihan yang harus dijalankan oleh semua orang, baik dewasa, remaja maupun anak-anak dan kepatuhan pada Prokes itu harus dimulai dari dalam keluarga masing-masing," tandasnya.

 

Orang Tua Harus Ekstra Menjaga 

 

Sebelumnya, anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati lebih dulu prihatin dengan kasus COVID-19 pada anak-anak meningkat tajam di DKI Jakarta. 

 

Dia mengimbau agar para orang tua lebih fokus dan perhatian dalam menjaga anak-anaknya untuk selalu memperhatikan protokol Kesehatan, serta menjaga asupan nutrisi bagi buah hatinya.

“Kasus COVID anak-anak meningkat tajam dan ini menjadi keprihatinan kita semua. Apalagi anak berisiko tinggi terpapar,” ujar Mufida kepada wartawan, Jumat, 25 Juni.

Berdasarkan situs corona.jakarta.go.id, per Rabu, 23 Juni, akumulasi kasus anak sudah mencapai 59.741 kasus. Dengan rincian, 46.330 kasus pada anak usia 5-18 tahun, 10.726 kasus pada anak usia 1 - 4 tahun, dan 2.685 kasus pada anak usia di bawah 1 tahun.

Atas kasus COVID-19 yang semakin melonjak tajam ini, Mufida mengajak para orang tua bisa membatasi anggota keluarganya untuk tidak banyak beraktivitas di ruang publik yang terbuka seperti mall, pasar dan area wisata.

 

Sebab, menurutnya, meskipun bepergian dengan bermasker, tetap anak-anak sangat rentan ketika bergerak. Serta pastinya tidak ketat dalam menerapkan protokol kesehatan.

“Virus sangat cepat penularannya. Apalagi varian baru COVID-19 Delta saat ini menimbulkan kekhawatiran ekstra karena berpotensi menyerang anak-anak," sebutnya.

 

"Data pun menunjukkan varian Delta menyerang pasien dengan rentang usia dibawah 18 tahun pada sejumlah daerah yang mengalami lonjakan kasus Covid, termasuk di Jakarta,” tambah legislator Jakarta itu.

Terlebih pada Kamis, 24 Juni, kasus COVID-19 di Jakarta telah memecahkan rekor kasus harian dengan 7.505 kasus. Diluar dugaan adalah sebanyak 15 persen atau 1.112 kasus Covid diantaranya diderita anak-anak.

“Dari hari ke hari saat ini meningkat kasus Covid anak. Kamis kemarin ada 830 kasus anak usia 6-18 tahun dan 282 kasus adalah anak usia 0-5 tahun. Diduga anak-anak yang terkena COVID-19 berasal dari cluster keluarga dan tertular dari orang tuanya,” jelas Ketua Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga DPP PKS ini.

Mufida berharap orang tua lebih ekstra waspada dan lebih menjaga anak-anaknya seiring meningkatnya jumlah kematian anak akibat virus corona. Di mana kasus COVID-19 anak di Indonesia mencapai tingkat kasus tertinggi di dunia.

“Indonesia telah melewati pandemi Covid lebih dari setahun. Namun penanganan COVID-19 belum bisa tertangani dengan baik. Penerapan PPKM Mikro pemerintah pusat pun belum membuktikan dapat mengendorkan laju kasus Covid di Indonesia. Ini adalah kasus serius,” tegas Mufida.