Kasus Omicron Melonjak, DPR: Pemerintah Jangan Ragu Tunda PTM 100 Persen
RS Wisma Atlet/Antara

Bagikan:

JAKARTA - Jumlah pasien COVID-19 yang menjalani rawat inap di RSDC Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat, hingga Kamis, 6 Januari, pukul 20.00 WIB, mencapai 1.300 orang. Angka ini meningkat dibandingkan sebelum kasus COVID-19 varian Omicron mencuat.

Lonjakan kasus akibat Omicron ini menjadi kekhawatiran komisi kesehatan di DPR RI. Terlebih, saat ini pembelajaran tatap muka (PTM) di sekolah sudah berlaku 100 persen.

Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher meminta pemerintah tidak ragu menunda PTM 100 persen apabila kasus COVID-19 yang disebabkan varian Omicron kian melonjak.

“Jangan ragu untuk menghentikan PTM 100 persen jika kasus COVID-19 di tanah air melonjak. Per Kamis kemarin saja, kasus aktif di DKI Jakarta sudah tembus 1.170 kasus. Hal ini harus jadi pertimbangan pemerintah untuk menunda penerapan PTM 100 persen," ujar Netty kepada wartawan, Jumat, 7 Januari. 

Menurut politikus PKS itu, pemerintah harus membuka telinga untuk mendengar masukan dan rekomendasi dari para ahli soal PTM. "Banyak ahli yang meminta PTM 100 persen ini ditunda sementara sambil melihat situasi COVID-19 pasca adanya lonjakan kasus akibat Omicron," jelas Netty. 

Legislator Jawa Barat ini menilai mayoritas sekolah di Indonesia belum ideal untuk dapat menghadapi ancaman bencana non-alam seperti COVID-19.

“Sekolah kita banyak yang kondisinya memprihatinkan dan sangat sulit melindungi peserta didik dari ancaman COVID-19. Harusnya ini menjadi alarm bagi pemerintah nantinya untuk menyiapkan sistem pendidikan yang adaptif terhadap bencana alam maupun non-alam” katanya.

Netty juga mengkritik hilangnya hak orang tua dalam menentukan apakah anaknya mau tetap PJJ atau PTM. "Pemerintah jangan memaksakan kehendak di tengah minimnya fasilitas dan sistem pendidikan kita dalam menghadapi Pandemi COVID-19” tegasnya.

Netty memahami bahwa para siswa mengalami learning loss, namun lebih bahaya lagi jika ada klaster baru penularan Omicron pada anak-anak.

"Learning loss memang berbahaya bagi generasi masa depan bangsa, akan tetapi dari sisi orang tua keselamatan dan kesehatan anak jauh lebih penting dari apapun juga. Dan pemerintah tidak boleh menghilangkan hak orang tua untuk khawatir dan lebih berhati-hati terhadap kesehatan anaknya," tandasnya.