Bagikan:

JAKARTA - Tim Kajian UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mengatakan SKB Pedoman UU ITE bukan merupakan produk hukum.

Pedoman ini sebatas mengisi kekosongan selama proses revisi terbatas dilakukan dan mengatasi penafsiran ganda terhadap pasal yang kerap disebut sebagai pasal karet.

"Keputusan bersama ini bukan salah satu produk hukum tetapi keputusan ini diperlukan sebagai komitmen penegak hukum mengisi kekosongan yang ada. Untuk mengatasi, misalnya penafsiran tentang ketentuan yang ada sehingga itu bisa seragam penafsirannya," kata Ketua Tim Kajian UU ITE Sugeng Purnomo kepada wartawan dalam diskusi secara daring, Kamis, 24 Juni.

Atas alasan itulah, SKB Pedoman UU ITE tidak berlaku surut. Sehingga penanganan perkara tetap berdasarkan aturan yang berlaku sebelumnya namun mengikuti pedoman yang sudah ditandatangani pada Rabu, 23 Juni kemarin.

"Jadi kalau dikatakan berlaku surut, tidak. Cuma masalahnya begini, 'pak, bagaimana kalau perkaranya ini sedang di proses penyidikan atau sedang proses?'. Mestinya ini tetap bisa dipedomani jadi tidak berlaku surut," tegas Sugeng.

Selain itu, Sugeng mengatakan, pedoman UU ITE ini juga tidak bisa dipakai untuk menghentikan proses pengusutan kasus terkait. "Misalnya ini 'Pak, perkara sudah putus, sebelum kejadian lahirnya pedoman ini. Kalau mengacu pada pedoman ini, mestinya itu bukan tindak pidana atau tidak diproses', ya nggak bisa," jelasnya.

Diberitakan sebelumnya, Pedoman Kriteria Implementasi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) telah ditandatangani. Adanya pedoman ini diharapkan penegakan hukum terkait perundangan tersebut tak lagi multitafsir dan menjamin rasa keadilan masyarakat sambil menunggu rancangan revisi masuk dalam Prolegnas Prioritas 2021.

Penandatanganan ini dilakukan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dan Jaksa Agung ST Burhanuddin pada hari ini atau Rabu, 23 Juni yang dengan agenda tertutup.

"Sambil menunggu revisi terbatas, pedoman implementatif yang ditandatangani tiga menteri dan satu pimpinan lembaga setingkat menteri bisa berjalan dan bisa memberikan perlindungan yang lebih maksimal kepada masyarakat," kata Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD melalui keterangan tertulisnya, Rabu, 22 Juni.

Mahfud yang menyaksikan penandatanganan tersebut mengatakan, pedoman implementasi ini telah menyerap aspirasi masyarakat dari diskusi yang telah diadakan sebelumnya.

"(Pedoman, red) ini dibuat setelah mendengar dari para pejabat terkait, dari kepolisian, Kejaksaan Agung, Kominfo, masyarakat, LSM, kampus, korban, terlapor, pelapor, dan sebagainya, semua sudah diajak diskusi, inilah hasilnya," ungkap eks Ketua Mahkamah Konstusi (MK) tersebut.

Pada prinsipnya, sambung Mahfud, pedoman ini merespons suara masyarakat yang kerap menyebut UU ITE itu seringkali memakan korban karena mengandung pasal karet dan menimbulkan kriminalisasi juga diskriminasi.

"Tadi kami berempat, saya Menko Polhukam, Menkominfo, kemudian Jaksa Agung, kemudian Kapolri, menindaklanjuti keputusan rapat kabinet internal tanggal 8 Juni 2021 kemarin, yang memutuskan tentang: satu, rencana revisi terbatas UU ITE, kemudian yang kedua tentang pedoman implementasi beberapa pasal UU ITE, pasal 27, 28, 29, 36," ungkap Mahfud.