Bagikan:

JAKARTA - Seorang pegawai swalayan di Lampung diancam pidana karena curhat di media sosial dengan mengunggah slip gajinya. Di Samarinda, seorang perempuan dilaporkan ke polisi karena memprotes jalan rusak di media sosial. UU ITE jadi senjata mengkriminalisasi keduanya. Cukup sudah. Polisi harus disiplin menerapkan SKB Pedoman Implementasi UU ITE.

Lisa Amelia, kasir di JS Swalayan bermaksud mengeluh perihal masalah hidupnya di media sosial. Di Facebook pribadinya Lisa bercerita tentang gajinya yang dipotong lebih dari setengah, dari Rp1 juta jadi Rp368 ribu. Alasan pemotongan adalah cuti sakit yang diambil Lisa, keterlambatan Lisa masuk kerja, dan penggantian barang hilang.

Curhatan Lisa viral dan mengangkat kembali persoalan upah murah pekerja. Akun @ndagels yang membawa isu ini ke jagat Twitter. Dari informasi yang tercantum dalam slip gaji, diketahui JS Swalayan yang dimaksud ada di Kelurahan Pringsewu Barat, Kabupaten Pringsewu, Lampung. Lisa menuai simpati. JS Swalayan dihujat, meski hujatan meluas tak terkendali ke swalayan lain.

Namun Lisa muncul lagi di media sosial. Saat itu Lisa telah dipecat. Ia juga diminta membayar denda sebagai hukuman karena dinilai mencemarkan nama baik JS Swalayan, tempat ia bekerja. JS Swalayan juga menyebut ancaman pelaporan polisi dengan UU ITE kepada Lisa. "Pihak JS Swalayan menuntut saya atas pasal 45 UU ITE tentang pencemaran nama baik," tutur Lisa.

Kutukan UU ITE lain terjadi di waktu yang sangat berdekatan. Wety Wediawati, seorang ibu di Kota Samarinda, Kalimantan Timur dilaporkan ke polisi oleh Forum RT setempat. Pelaporan itu dilakukan setelah Wety memprotes jalan rusak di depan rumahnya. Protes itu dilakukan lewat media sosial, dengan fitur Live di akun Facebooknya.

Wety sempat dipanggil ke kantor Kelurahan Baqa oleh Forum RT di wilayahnya. Mengutip Detik, Wety menjelaskan Forum RT setempat memintanya minta maaf. Forum RT juga mengancam melaporkan Wety ke polisi. Lurah Baqa, menurut cerita Wety sempat memediasi. Lurah bahkan katanya sampai menangis meminta agar Wety tak dipolisikan.

"Diminta untuk meminta maaf dengan cara live streaming juga oleh RT dan harus ada komentar sebanyak enam ribu lebih. Jadi saya bilang saya tidak bisa mengatur komentar dan live. Saya disuruh untuk minta maaf tapi tetap diproses hukum, ya tentu saya tidak mau ... Pak Lurah disana sampai menangis meminta tolong ke forum RT agar saya tidak dilaporkan," kata Wety.

Kita punya SKB Implementasi UU ITE untuk lawan pasal karet

Pada Juni lalu, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, dan Jaksa Agung ST Burhanuddin menandatangani Surat Keputusan Bersama tentang Pedoman Kriteria Implementasi UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Pedoman itu diharapkan bisa memberi perlindungan pada masyarakat dari bentuk-bentuk kriminalisasi berbasis UU ITE. "Sambil menunggu revisi terbatas, pedoman implementatif yang ditandatangani tiga menteri dan satu pimpinan lembaga setingkat menteri bisa berjalan dan bisa memberikan perlindungan yang lebih maksimal kepada masyarakat," tutur Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD kala itu.

Kapolri Listyo Sigit (Sumber: Humas Polri)

Berikut poin-poin dalam SKB Pedoman Implementasi UU ITE:

a. Pasal 27 ayat (1) Fokus pasal ini adalah pada perbuatan mentransmisikan, mendistribusikan dan/atau membuat dapat diaksesnya, bukan pada perbuatan kesusilaan itu. Pelaku sengaja membuat publik bisa melihat atau mengirimkan kembali konten tersebut.

b. Pasal 27 ayat (2) Fokus pasal ini adalah pada perbuatan mentransmisikan, mendistribusikan, dan membuat dapat diaksesnya konten perjudian yang dilarang atau tidak memiliki izin berdasarkan peraturan perundang-undangan.

c. Pasal 27 ayat (3) Fokus pasal ini adalah:

(1) Pada perbuatan yang dilakukan secara sengaja dengan maksud mendistribusikan/ mentransmisikan/membuat dapat diaksesnya informasi yang muatannya menyerang kehormatan seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal supaya diketahui umum.

(2) Bukan sebuah delik pidana jika konten berupa penghinaan yang kategorinya cacian, ejekan, dan/atau kata-kata tidak pantas, juga jika kontennya berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi atau sebuah kenyataan.

(3) Merupakan delik aduan sehingga harus korban sendiri yang melaporkan, dan bukan institusi, korporasi, profesi atau jabatan.

(4) Bukan merupakan delik penghinaan dan/atau pencemaran nama baik jika konten disebarkan melalui sarana grup percakapan yang bersifat tertutup atau terbatas.

(5) Jika wartawan secara pribadi mengunggah tulisan pribadinya di media sosial atau internet, maka tetap berlaku UU ITE, kecuali dilakukan oleh institusi Pers maka diberlakukan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

d. Pasal 27 ayat (4), Fokus pasal ini adalah perbuatan dilakukan oleh seseorang ataupun organisasi atau badan hukum dan disampaikan secara terbuka maupun tertutup, baik berupa pemaksaan dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum maupun mengancam akan membuka rahasia, mengancam menyebarkan data pribadi, foto pribadi, dan/atau video pribadi.

e. Pasal 28 ayat (1), Fokus pasal ini adalah pada perbuatan menyebarkan berita bohong dalam konteks transaksi elektronik seperti transaksi perdagangan daring dan tidak dapat dikenakan kepada pihak yang melakukan wanprestasi dan/atau mengalami force majeur. Merupakan delik materiil, sehingga kerugian konsumen sebagai akibat berita bohong harus dihitung dan ditentukan nilainya.

f. Pasal 28 ayat (2) Fokus pasal ini adalah pada perbuatan menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu/kelompok masyarakat berdasar SARA. Penyampaian pendapat, pernyataan tidak setuju atau tidak suka pada individu/kelompok masyarakat tidak termasuk perbuatan yang dilarang, kecuali yang disebarkan itu dapat dibuktikan. Baca juga: Ini Isi Pasal 45C UU ITE yang Bakal Ditambah Pemerintah

g. Pasal 29 Fokus pasal ini adalah pada perbuatan pengiriman informasi berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi atau mengancam jiwa manusia, bukan mengancam akan merusak bangunan atau harta benda dan merupakan delik umum.

h. Pasal 36 Fokus pada pasal ini adalah kerugian materiil terjadi pada korban orang perseorangan ataupun badan hukum, bukan kerugian tidak langsung, bukan berupa potensi kerugian, dan bukan pula kerugian yang bersifat nonmateriil. Nilai kerugian materiil merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012.

Ilustrasi foto (Marten Bjork/Unsplash)

Salah satu pasal paling karet UU ITE dan rentan kriminalisasi adalah Pasal 27 ayat (3). Padahal angka 2 huruf c SKB 3 Lembaga menjelaskan jika konten yang didistribusikan merupakan penilaian, pendapat, hasil evaluasi, atau kenyataan, maka hal tersebut bukan delik terkait muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana diatur Pasal 27 ayat (3) UU ITE.

Ketua Paguyuban Korban UU ITE (PAKU ITE) M Arsyad menjelaskan SKB 3 Lembaga bisa jadi senjata untuk melawan pasal karet UU ITE. Memang, SKB 3 Lembaga hanya bersifat pedoman. Artinya tak ada keharusan bagi polisi yang mengikat. Namun justru di situlah ujiannya.

Sekarang kuncinya ada di kepolisian, apakah mau menjalankan tugas secara profesional berdasar pedoman SKB 3 Lembaga atau tidak. PAKU ITE memetakan alasan paling umum kenapa seseorang menggunakan UU ITE. Sebagian besar memang berbau kriminalisasi.

Pertama, barter perkara. Ini alasan paling umum. Dalam konteks ini polisi jadi pihak yang juga paling banyak dikaitkan dengan penyalahgunaan UU ITE. "Kenapa kepolisian kami masukkan sebagai klaster ketiga pengguna UU ITE, merekalah yang jadi jembatan dari kedua kluster, yaitu pemodal maupun pejabat publik," tutur Arsyad kepada VOI.

"Negosiasi ini yang berjalan dalam proses penyelidikan ataupun di penyidikan. Contohnya, 'kamu mencabut laporan kamu maka kasus pencemaran kamu juga dicabut. Kalian sama-sama hidup tenang, maka tidak ada yang dipenjara,'" tambah Arsyad.

Alasan kedua adalah sebagai shock therapy. Ini banyak digunakan pejabat maupun perusahaan. "Dia minta korban UU ITE harus minta maaf di media massa dan sebagainya. Ini untuk memberikan warning, ketika kamu mengganggu saya atau mengkritik saya maka saya akan memenjarakan kamu seperti dia," tutur Arsyad.

"Yang ketiga pasti adalah pembungkaman, bagaimana supaya orang itu diam dan tidak bersuara. Salah satu jalan paling efektif adalah dengan mengasuskan mereka."

*Baca Informasi lain soal UU ITE atau baca tulisan menarik lain dari Yudhistira Mahabharata.

BERNAS Lainnya