JAKARTA - Artikel ini disusun sekitar pukul 03.00 WIB, ketika kami menuntaskan seluruh episode Squid Game. Belasan jam sebelumnya, seorang kawan lama datang membawa cerita patah hatinya: pekerja kreatif dari keluarga menengah yang sepakat pisah dengan kekasihnya karena perbedaan kelas sosial. Cerita yang mendorong kami ke pendalaman satu per satu episode Squid Game.
Bukan klise belaka. Memang, ilustrasi semacam ini banyak kita temui sebagai premis sinetron dan FTV-FTV dinihari yang mengambil latar peristiwa di Jogjakarta. Tapi kisah patah hati sang kawan lama adalah gambaran nyata dan mungkin paling sederhana dari bagaimana struktur sosial memengaruhi hidup kita. Squid Game meliputi dimensi yang lebih luas. Global.
Squid Game bercerita tentang ratusan orang di Korea Selatan (Korsel) yang mengalami masalah finansial. Mereka kemudian diundang oleh kelompok misterius untuk mengikuti serangkaian permainan kompetitif yang mengancam nyawa. Iya, pada dasarnya Squid Game adalah survival game film yang mengangkat permainan anak-anak Korsel sebagai unsur dalam plotnya.
Plot utama Squid Game berfokus pada karakter bernama Seong Gi-hun, diperankan Lee Jung-jae. Gi-hun adalah laki-laki dewasa Korsel yang gagal membangun kehidupan layak di negaranya. Ia dipecat dari pabrik mobil tempatnya bekerja, kehilangan teman dalam aksi mogok, ditinggal istri yang menikahi pria lebih mapan, serta kehilangan hak asuh atas anak semata wayangnya.
Gi-hun juga terkucilkan di lingkungan sosialnya. Tanpa privilese. Ia bahkan hidup menumpang dengan sang ibu yang bekerja sebagai pedagang. Segala kondisi itu menyeret Gi-hun ke lingkaran setan utang dan perjudian. Gi-hun gila taruhan pacuan kuda dan begitu ketergantungan pada utang. Pada satu titik sang ibu sakit dan ia membutuhkan uang lebih dari sebelum-sebelumnya.
Segala situasi yang cukup jadi alasan Gi-hun ikut serta dalam rangkaian permainan kelompok misterius, meski Gi-hun tahu ia harus memertaruhkan nyawanya. Kelompok itu menjanjikan total hadiah 45,6 miliar won untuk peserta yang mampu memenangi pertandingan hingga tahap akhir. Seperti Gi-hun, para peserta adalah orang-orang yang mengalami masalah finansial akut.
Konflik kelas sosial dan kapitalisme
Sorotan konflik kelas sosial dalam film menyentuh capaian penting ketika Parasite memenangi Best Picture Oscar 2020. Ini tak kalah penting bagi sang sutradara, Bong Joon Ho, yang konsisten mengangkat isu ini: Snowpiercer (2013) hingga Okja (2017). Sama-sama dari Korsel, sutradara Squid Game, Hwang Dong Hyuk mengangkat keresahan sama dalam Squid Game.
Pengamat budaya lokal, Kim Seong Su melihat Squid Game sebagai ilustrasi realitas kehidupan banyak manusia hari ini: konflik kelas sosial dan kerasnya hidup dalam sistem kapitalisme. Ya, pemilik kapital atau pemodal akan selalu semakin kaya. Sisanya adalah para proletar yang merupakan roda kapitalisme, yang hanya memiliki tenaga atau pikiran untuk berkontribusi.
"Semua permainan di sini hanya membutuhkan tenaga dan pikiran. Jika kita bersatu, kita tak akan terkalahkan," tutur Cho Sang-woo (Park Hae Soo) kepada karakter Ali (Anupam Triphati) dalam sebuah adegan. Sang-woo dikisahkan sebagai pemuda Korsel jenius, peraih beasiswa kampus ternama. Sementara Ali adalah karakter yang sejak awal menonjolkan kekuatan fisiknya.
"Permainan seperti squid game, kelereng, dan dalgona muncul dalam drama adalah permainan yang biasa dimainkan di gang-gang. Tetapi pada kenyataannya, permainan ini mewakili cara manusia bertahan hidup," tutur Kim Seong Su, dikutip The Focus.
Dalam pengertian umum, kapitalisme adalah sistem ekonomi yang memberi kebebasan penuh bagi setiap orang untuk mengendalikan kegiatan perdagangan, industri, serta produksi, dengan tujuan mendapat keuntungan. Kapitalisme juga kerap dijelaskan sebagai sistem ekonomi, di mana segala kegiatan ekonomi diselenggarakan swasta. Otoritas pemerintahan hanya mengawasi.
Dilansir dari berbagai sumber, Karl Marx menjelaskan kapitalisme sebagai sistem, di mana harga barang dan kebijakan pasar ditentukan pemilik modal dengan tujuan mencapai keuntungan maksimal. Sementara, Adam Smith menyoroti kapitalisme idealnya dapat mewujudkan kesejahteraan karena pemerintah tidak mengintervensi kebijakan dan mekanisme pasar.
Proklamator Republik Indonesia, Ir Soekarno menjelaskan kapitalisme sebagai sistem sosial dalam masyarakat yang lahir karena terpisahnya kaum buruh dari alat produksi. Sementara, sektor-sektor produksi justru bertumpu pada pemilik modal. Soekarno menyebut kapitalisme sebagai sebab dari celakanya masyarakat kecil. Lingkaran setan yang tak berakhir.
Pendalaman simbol dalam Squid Game
Squid Game adalah buku gambar dengan banyak warna dan simbol di dalamnya. Sejumlah karakter dirancang sebagai simbol dari karakteristik masyarakat. Selain Sang Woo dan Ali yang menggambarkan kelas pekerja, ada juga Han Mi-nyeo (Kim Joo-ryung), kalangan paling tertindas di Korsel: wanita dan miskin. Di Korsel, budaya dan struktur sosial patriarki begitu kental.
Kajian LIPI menjelaskan ketimpangan gender di Korsel bahkan dimulai dari perbedaan standarisasi gaji. Kesenjangan gender signifikan dalam partisipasi pasar tenaga kerja. Data Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) menunjukkan hanya 55 persen perempuan Korsel dari usia 15-64 tahun berada dalam angkatan kerja.
Angka ini terbilang rendah jika melihat persentase rata-rata 65 persen di negara-negara OECD. Memang, Korsel kini telah mencapai kemajuan ekonomi yang signifikan. Tapi negara itu memiliki budaya unik yang berpengaruh besar pada kehidupan ekonomi masyarakatnya. Dalam konteks kesetaraan gender, aspek paling menonjol itu adalah konfusianisme dan kolektivisme.
Konfusianisme merupakan petunjuk tingkah laku berdasar moral yang dianut penganut kepercayaan tertentu. Nilai itu memengaruhi bagaimana struktur sosial menempatkan perempuan dalam tekanan dan diskriminasi. Perempuan harus seratus persen untuk keluarga, ketika di waktu yang sama juga wajib berkontribusi penuh dalam lingkungan sosial-ekonomi yang mengucilkan mereka.
Perempuan adalah pekerja yang bisa digaji rendah. Perempuan juga memiliki penampilan menarik. Perempuan juga simbol untuk mencitrakan sebuah perusahaan maju. Tiga alasan itu biasanya yang mendasari alasan sebuah perusahaan merekrut perempuan. Ironi lainnya, seorang perempuan harus keluar dari perusahaan ketika memutuskan menikah atau melahirkan anak.
Dari kalangan kelompok misterius yang jadi otoritas permainan, permainan simbol juga ditampilkan. Sutradara, Hwang Dong-hyuk menjelaskan makna lingkaran, segitiga, dan segi empat di topeng para pria ber-jumpsuit merah muda. "Simbol lingkaran mewakili para pekerja, segitiga adalah simbol untuk tentara, sementara segi empat untuk manajer," kata Dong-hyuk dalam konferensi pers yang digelar Netflix, Rabu, 15 September.
Selain itu, tiga simbol itu juga merepresentasikan permainan cumi-cumi itu sendiri. Dikutip The Focus, lingkaran, segitiga, dan kotak sejatinya adalah huruf alfabet Korea yang ditulis dalam hangul: sistem penulisan Korea. Lingkaran adalah huruf 'o'. Segitiga merupakan bagian dari huruf 'j'. Sementara segi empat adalah 'm'. Jika dirunut, ketiganya membentuk OJM. OJM adalah inisial dari permainan cumi-cumi dalam bahasa Korea yang dibaca sebagai Ojingeo Geim.
Simbol lain lain yang paling menarik adalah karakter Kang Sae-byeok, diperankan HoYeon Jung. Sae-byeok adalah perspektif kritis yang mewakili film secara keseluruhan. Datang dari negeri seberang dinding, Korea Utara, Sae-byeok membawa banyak harapan untuk memperbaiki hidupnya dan adiknya.
Namun hidup di dalam sistem yang berjalan di Korsel pun tak seaman yang ia bayangkan. Di satu waktu ia begitu skeptis dan sinis. Pada titik lain ia begitu dapat diandalkan. Sae-byeok juga dimodali dialog-dialog yang kuat dan mendalam. Dari segi perkembangan karakter, Sa-byeok berhasil membawa kita ke perjalanan pikiran yang dirancang Squid Game.
"What a wonderful world."
*Baca Informasi lain soal FILM atau baca tulisan menarik lain dari Yudhistira Mahabharata.