JAKARTA - Politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Giring Ganesha jadi sorotan. Pernyataannya menyebut Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pembohong dikritik warganet. Ini bukan sorotan pertama Giring di alam politiknya. Eks vokalis Nidji mengangkat kembali relasi unik antara dunia musik dan politik, yang bebas tapi seharusnya bertanggung jawab.
Jadi, PSI baru saja mengunggah sebuah video yang menampilkan Giring sebagai Plt Ketua Umum PSI. Dalam keterangan unggahan Instagram itu PSI menulis tajuk Anies Pembohong. Video itu menampilkan Giring dengan paparannya soal Anies, pandemi, dan anggaran Formula E.
Secara singkat, Giring mengkritik Anies yang ia nilai menghamburkan uang di tengah krisis pandemi. Proyek Formula E, menurut Giring adalah keputusan egois Anies memanfaatkan uang rakyat untuk membantu langkahnya maju sebagai presiden pada Pemilu 2024.
"APBD Jakarta yang begitu besar dia (Anies) belanjakan untuk kepentingan ego pribadinya untuk maju sebagai presiden 2024. Dia mengabaikan tekanan rakyat yang meminta dia membatalkan rencana balapan mobil Formula E dan mengeluarkan Rp1 triliun, Rp1 triliun uang rakyat untuk acara tidak berguna itu," tutur Giring dalam video, dikutip VOI, Selasa, 21 September.
Giring juga menyatakan tak rela Anies menjadi presiden dengan segala fakta yang ia sebut kebohongan. Video itu viral dalam sentimen kontra. "Giring belum jadi presiden udah nuduh sembarangan apalagi pas jadi presiden," kicau akun Twitter, @MrYudha_.
Ini bukan sorotan pertama untuk Giring sejak dirinya memutuskan keluar dari bandnya, Nidji dan menjadi politikus. Sebelumnya Giring juga disoroti karena eksposur terhadap rencananya mencalonkan diri menjadi presiden. Sorotan ini kembali membawa narasi lama soal kenapa banyak musisi terjun ke politik? Bagaimana hubungan unik dua alam ini?
Giring dan musisi lain banting setir ke politik
Ahmad Dhani Prasetyo
Nama Ahmad Dhani muncul dalam konstelasi Pilkada Kabupaten Bekasi 2017. Ia maju sebagai wakil bupati mendampingi Sa'dudin. Maju dari Partai Gerindra, Dhani gagal dan hanya menduduki posisi kedua di bawah paslon pemenang, Neneng Hasanah Yasin dan Eka Supria Atmaja.
Pentolan Dewa 19 juga sempat mendaftarkan diri sebagai calon anggota DPR RI Dapil 1 Jawa Timur, Surabaya-Sidoarjo. Sebagai musisi, karya Ahmad Dhani dikenal dekat dengan tema politik. Yang paling kentara adalah album Ideologi Sikap Otak (ISO) yang ia rilis bersama Ahmad Band.
Dalam album ISO, Danny menciptakan sebagian besar lagu berisi kritik yang menyoroti kondisi sosial dan politik era 1998. Bersama Pay, Bongky, dan eks drumer Netral, Bimo, Dhani berhasil menciptakan citra berbeda dengan keberadaannya di Dewa 19.
Anang Hermansyah
Anang Hermansyah kini duduk di Komisi X DPR RI. Maju sebagai kader Partai Amanat Nasional (PAN) di Dapil Jawa Timur, Anang berhasil memenangi 53.559 suara dalam Pemilu 2014-2019. Karier musik Anang panjang dan evolutif.
Anang mengawali kariernya dari Potlot. Kerap berkunjung ke Potlot, Anang membentuk band bernama Kidnap bersama sejumlah rekannya. Empat tahun bersama Kidnap, Anang melanjutkan kariernya dengan bersolo.
Tahun 1993, ia merilis album "Katrina". Jalan solo Anang lebih terang. Seorang diri Anang merilis sejumlah album, termasuk "Biarkanlah", "Lepas", dan "Melayang". Semua album itu ditelurkan dalam rentang waktu dua tahun: 1994-1996.
Karier musik Pasha dikenal luas sebagai vokalis Ungu. Ia bergabung dengan Ungu pada 1998, menggantikan Michael, vokalis pertama Ungu yang cabut pada 1997. Album pertama Ungu digarap tahu 2000 di bawah label Warner Music Indonesia.
Hasilnya, album berjudul "Laguku" rilis pada 6 Juli 2002. Sejak rilisan album pertama, Pasha dan Ungu dikenal sebagai band pencipta soundtrack-soundtrack yang bom. Belakangan, dimulai dari album "Surga-Mu" yang rilis 2006, Ungu kemudian dikenal sebagai band bernuansa religi.
Rhoma Irama
Rhoma Irama adalah komponis dan penyanyi dangdut. Ia bahkan bergelar 'raja' dalam aliran itu. Pria bernama lengkap Raden Haji Oma Irama ini mengawali kariernya sebagai bintang film anak berjudul Djendral Kantjil sekitar tahun 1958.
Karier musiknya dimulai di usia sebelas tahun. Sebelum menjadi solois sukses, Rhoma Irama sempat membentuk sebuah band berjudul Gayhand pada 1963. Setelahnya ia pindah ke Orkes Chandra Leka, sebelum akhirnya membentuk bandnya sendiri, Soneta pada 13 Oktober 1973.
Bersama Soneta, Rhoma Irama mencatat sebelas Golden Record dari kaset-kasetnya. Dihitung dari data penjualan kaset dan jumlah penonton film yang dibintanginya hingga 1984, Rhoma Irama terhitung memiliki massa hingga 15 juta atau 10 persen penduduk Indonesia.
Cukup alasan untuk garis nasib menyeret Rhoma Irama ke alam politik. Nama Rhoma Irama sudah menggiurkan sejak Orde Baru. Ia pernah direkrut Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Rhoma Irama jadi role model bagi selebritas Indonesia lain yang belakangan masuk politik.
Dua pemilu, nama Rhoma Irama berhasil mendongkrak PPP. Pada Pemilu 1977, perolehan kursi PPP di Jakarta mengalahkan Golkar. Pun dalam Pemilu 1982. Meski tak lagi dapat menandingi Golkar, raihan suara PPP tahun itu tak bisa dibilang jelek.
Rhoma Irama sempat masuk Golkar, sebelum kembali ke PPP pada 2008. Rhoma Irama tak puas. Ia kemudian mendirikan Partai Idaman. Partai Idaman sempat kesohor, meski laju politiknya terhenti. KPU menolak keikutsertaan Partai Idaman dalam kontestasi Pemilu 2019. Gugatan Partai Idaman terhadap putusan KPU itu juga ditolak PTUN Jakarta.
Relasi musik dan politik
Musik adalah kekuatan politik. Sejarah mencatat. Kita tak jauh-jauh dulu kali ini. Kita lihat apa yang terjadi pada langkah Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) dalam Pemilu 2014. Kubu Jokowi-JK menemukan titik balik signifikan ketika sejumlah musisi yang tergabung dalam kelompok Revolusi Harmoni mendeklarasikan dukungannya pada 11 Juni 2014.
Slank paling menonjol di antara para musisi itu. Abdee Negara, gitaris Slank yang kini menjadi Komisaris PT Telkom menyatakan punya harapan besar untuk Indonesia yang lebih baik dan besar lewat Jokowi dan slogan Revolusi Mentalnya. "Karena kami melihat ada harapan ke depan bagi Indonesia menjadi lebih baik dan lebih besar seperti seharusnya," Abdee, dikutip Antara.
Tren elektabilitas Jokowi sempat menurun kala itu. Menurut hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada Desember 2013 hingga April 2014, elektabilitas Jokowi-JK merosot, dari 51 persen pada Desember 2013 menjadi 39 persen di Februari 2014. Kemudian, pada Maret, elektabilitas Jokowi mulai menanjak ke angka 52 persen.
Pasca-pemilihan legislatif (pileg) pada 9 April, elektabilitas Jokowi-JK kembali turun ke 47 persen. Jokowi-JK kala itu berada di bawah bayang-bayang Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa. Namun perubahan terjadi setelah deklarasi komunitas Revolusi Harmoni. Peran Slank jelas penting. Kita tahu Slank memiliki jutaan penggemar di seluruh Tanah Air.
Tak hanya Slank. Dukungan musisi lain, seperti Opie Andaresta, God Bless, Erwin Gutawa, Addie MS, dan banyak lainnya mmeberi kekuatan tambahan yang luar biasa. Dilansir Tirto, survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 2-5 Juli 2014 menunjukkan peningkatan dukungan Jokowi-JK di angka 47,80 persen. Sementara Prabowo-Hatta mendapat 44,20 persen.
Dukungan untuk Jokowi-JK makin besar setelah Konser Salam Dua Jari di Gelora Bung Karno pada 5 Juli 2014. Dilansir Antara, survei Lembaga Survei Indonesia pada awal Juli menunjukkan meroketnya elektabilitas Jokowi-JK hingga 47,80 persen. Kisah Jokowi-JK dan para musisi pendukungnya jadi salah satu gambaran relasi penting antara musik dan politik.
Dalam konteks politik praktis yang lebih personal, relasi musik dan politik tak kalah menarik. Menurut pengamat politik LIPI Aisah Putri Budiarti relasi ini terjadi karena sistem politik dan pemilu yang diterapkan di Indonesia, di mana siapapun bisa masuk politik. Dan dengan modal sosial serta finansial yang dimiliki para selebritas, termasuk musisi, maka segalanya jadi niscaya.
"Tapi sebenarnya fenomena umum artis jadi politisi menurutku. Dan ini efek dari sistem politik dan pemilu yang diterapkan," tutur Puput --sapaan familiarnya-- kepada VOI, Selasa, 21 September.
Dari sisi pengamat musik, Denny MR berpandangan serupa. Meski bukan perkara istimewa soal musisi yang banting setir ke dunia politik, namun ada hal yang perlu dicatat: tanggung jawab. Umumnya, banyak musisi, khususnya di Indonesia yang maju ke politik dengan alasan membangun ekosistem musik. Permasalahannya, tak tampak bukti signifikan dari mereka.
"Sekarang saya tanya misalkan orang-orang yang dulu berteriak dengan memilih saya, saya berjanji akan memperbaiki ekosistem musik di Indonesia, tapi yang terjadi sekarang ekosistem di kita berantakan. Sampai sekarang. Nasib pencipta lagu belum jelas. Hak mereka apa sudah disalurkan semestinya belum jelas," tutur Denny MR kepada VOI.
Musik dan politik memang beririsan. Relasi keduanya selalu relevan selama gairah dan hasrat politis hidup di dalam diri musisi. Tapi, bagaimanapun dunia ini berbeda. Ada hal-hal signifikan yang idealnya dimiliki seorang politikus dan biasanya dikuasai seorang musisi.
"Yang jadi persoalan adalah seberapa besar kapabilitas ketika mereka terjun ke dunia politik. Kalau dikaitkan dengan kondisi di kita, kan bukan rahasia lagi ketika dia terjun ke politik dan dapat kedudukan tertentu, menghilanglah namanya," tambah Denny.
Dengan segala fakta skeptis yang ada, Denny mengajak kita melihat kontribusi politik lain yang dapat ditempuh para musisi tanpa harus ke Istana atau ke Senayan. "Katakanlah mau memerjuangkan industri musik Indonesia agar ekosistemnya jelas. Itu kan enggak harus jadi DPR. Banyak kok. Saya ambil contoh Chandra Darusman."
"Dia kan dengan Yayasan Karya CIpta Indonesia itu sangat gigih memerjuangkan hak royalti untuk musisi. Bahkan dia di lembaga semacam KCI yang berkedudukan di luar negeri. Artinya dia sudah diakui secara internasional. Kemudian dia dipindahkan ke Singapura dan dikembalikan lagi ke Indonesia. Dia memerjuangkan poin yang sama tanpa harus jadi politikus," kata Denny.
*Baca Informasi lain soal POLITIK atau baca tulisan menarik lain dari Yudhistira Mahabharata.