JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjemput paksa politikus Partai Golkar, Azis Syamsuddin. Azis yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka menolak datang ke KPK dengan dalih isolasi mandiri. Tingkah Azis mengingatkan kita pada aksi pencuri kotak amal di Petukangan, Jakarta Selatan yang mengaku ODP agar tak dihakimi warga.
Sebelum akhirnya dijemput paksa di kediamannya, Azis sempat mangkir dari jadwal pemeriksaan pertamanya sebagai tersangka di KPK hari ini. Lewat surat, Azis mengaku sedang menjalani isolasi mandiri setelah berinteraksi dengan orang yang dinyatakan terpapar COVID-19. “Kami memanggil saudara Azis untuk hadir di KPK karena harus diminta keterangan penyidik KPK.
"Enggak bisa hadir karena informasinya sedang isolasi mandiri karena mengaku berinteraksi dengan pihak lain yang positif COVID-19. Tentu kami melakukan analisa alasan seperti ini. Maka tim dari KPK menemui yang bersangkutan tentu tidak hanya tim KPK tapi tim medis untuk memastikan yang bersangkutan benar positif atau reaktif COVID,” tutur Plt Juru Bicara bidang Penindakan KPK Ali Fikri dalam wawancara dengan Kompas TV, Jumat, 24 September.
KPK kemudian mengecek kondisi Azis dan memastikan ia nonreaktif. Azis kemudian digelandang ke Gedung Merah Putih. Tiba di KPK, Azis tampak dengan kemeja batik lengan panjang dan masker. Tak ada pernyataan yang disampaikan Azis. “Dari hasil pemeriksaan tadi kemudian diketahui non-reaktif COVID ... Kemudian dibawalah ke KPK,” Ali Fikri.
Pencuri kotak amal di Petukangan
Tingkah Azis mengingatkan kita pada pencuri kotak amal di sebuah masjid di kawasan Petukangan, Jakarta Selatan pada April 2020 lalu. Pria paruh baya itu hampir habis dihakimi warga sebelum mengaku ODP (orang dalam pemantauan).
Istilah ODP akrab kita dengan ketika awal kemunculan COVID-19 di Indonesia. ODP ketika itu klasifikasi untuk orang yang kemungkinan mengidap COVID-19 karena kontak dengan orang positif ataupun memiliki riwayat bepergian ke negara yang telah terinfeksi COVID-10.
Pria di Petukangan itu juga menolak dibawa ke kantor polisi, hingga kemudian polisi mengancam membawanya ke rumah sakit untuk dikarantina jika benar ia ODP. Mendengar itu, si pria mengakui kebohongannya dan berdalih uang yang ia curi tak banyak.
"Hanya ada uang Rp2000 beberapa lembar. Kurang dari Rp30 ribu," ucapnya, sebagaimana dikutip Kompas.com.
Kronologi kasus Azis Syamsuddin
Pencurian yang dilakukan Azis berdampak lebih destruktif. Bersama rekannya sesama kader Golkar, Aliza Guando, keduanya diduga memberi suap senilai Rp3.099.887.000 dan 36 ribu dolar AS --sekitar Rp513 juta-- terkait persekongkolan dugaan maling uang rakyat. Menurut dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) suap itu diberikan kepada Stepanus Robin Pattuju, eks penyidik KPK.
Stepanus Robin diduga disumpal uang sekitar Rp3,613 miliar untuk mengurus sebuah kasus di Lampung Tengah. Masih merujuk dakwaan, kasus itu melibatkan nama Azis dan Aliza. Selain Stepanus Robin, uang sumpalan juga diberikan untuk Maskur Husain, seorang pengacara. Total, keduanya menerima Rp3.099.887.000 dan 36 ribu dolar AS atau sekitar Rp513 juta.
Menurut JPU KPK, Lie Putra Setiawan, pada Agustus 2020, Azis meminta tolong Stepanus Robin untuk berdiskusi dengan Maskhur Husain soal "apakah (Maskur) bersedia mengurus kasus yang melibatkan Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado terkait penyelidikan KPK di Lampung Tengah," tutur Lie membacakan surat Dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin, 13 September.
Setelahnya, diduga ada kesepakatan antara Stepanus Robin dan Maskhur. Kesepakatan itu disertai syarat imbalan uang Rp2 miliar dari masing-masing pihak, baik Azis maupun Aliza. Kemudian, uang berjumlah Rp300 juta diduga diberikan sebagai tanda bahwa Azis setuju. Dengan begitu total uang suap yang disepakati mencapai Rp4 miliar.
Menurut Lie Putra, uang muka Rp300 juta itu dibagi. Stepanus Robin menerima Rp100 juta. Sementara Maskur mendapatkan Rp200 juta. Pengiriman uang muka itu dilakukan lewat transfer rekening milik Azis Syamsuddin pada 3 dan 5 Agustus 2020. Di tanggal 5 itu Stepanus Robin disebut menerima uang tuna 100 ribu dolar AS dari Azis.
Uang itu diserahkan di rumah dinas Azis di Jalan Denpasar Raya 3/3 Jakarta Selatan. Mendatangi rumah dinas Azis, Stepanus Robin diantar Agus Susanto. Stepanus Robin bahkan sempat menunjukkan uang yang ia terima kepada Agus. Selanjutnya, Stepanus Robin membagi uang itu ke Maskur dengan nilai 36 ribu dolar AS. Pemberian uang dilakukan di depan PN Jakarta Pusat.
Stepanus Robin kemudian menukarkan sisa uang 64 ribu dolar AS itu ke money changer dengan menggunakan identitas Agus. Dari pertukaran itu diperoleh uang Rp936 juta. Dari jumlah total, Stepanus Robin kemudian memberikan Rp300 juta kepada Maskur. Pemberian kali ini dilakukan di Rumah Makan Borneo, Keramat Sentiong.
"Mulai akhir Agustus 2020 sampai Maret 2021 terdakwa beberapa kali menerima sejumlah uang dari Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado dengan jumlah keseluruhan 171.900 dolar Singapura."
Transaksi demi transaksi terus terjadi setelahnya. Putaran uang antara Azis, Aliza, Stepanus Robin, dan Maskur mengalir lancar. Dalam perkara ini Stepanus Robin dan Maskur didakwa menerima uang Rp11,025 miliar dan 36 ribu dolar AS --sekitar Rp513 juta. Dengan begitu total uang yang diterima keduanya mencapai Rp11,5 miliar untuk pengurusan lima perkara.
Merinci sumber uang itu, sebanyak Rp1,695 miliar diberikan oleh M Syahrial, Wali Kota Tanjungbalai nonaktif; Rp3.099.887.000 dan 36 ribu dolar AS diberikan Azis dan Aliza; Rp507,39 juta dari Ajay Muhammad Priatna; serta Usman Effendi dan Rita Widyasari yang masing-masing memberi sejumlah Rp 525 juta dan Rp5.197.800.000.
*Baca Informasi lain soal KORUPSI atau baca tulisan menarik lain dari Wardhany Tsa Tsia dan Yudhistira Mahabharata.