Ilmuwan Peringatkan Pandemi Lebih Bahaya di Iklim Tropis
Seorang pria berjemur di bawah sinar matahari (Yudhistira Mahabharata/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Penelitian terbaru menunjukkan bahwa daerah dengan cuaca lebih hangat di belahan bumi utara tak lantas menahan laju penyebaran virus corona baru. Justru, para ilmuwan memperingatkan bahwa daerah beriklim tropis dan sedang untuk bersiap-siap menghadapi wabah gelombang kedua. 

Studi yang terbit di Journal Science pada Senin kemarin menunjukkan faktor cuaca tidak signifikan dalam mempengaruhi tingkat kerentanan populasi terpapar virus saat pandemi. Temuan itu bertentangan dengan harapan awal bahwa penyebaran penyakit bisa diperlambat dengan perubahan musim khususnya musim panas. 

Sementara itu, dikutip SCMP, para ilmuwan dari Universitas Princeton dan National Institutes of Health Amerika Serikat membangun model penyebaran dengan mencantumkan faktor cuaca sebagai variabel penularan dan lamanya dahan tubuh setelah terinfeksi. Faktor itu disesuaikan dengan sensitivitas cuaca yang telah diketahui dari dua jenis virus corona lainnya.

Kemudian mereka menyimulasikan berbagai skenario berdasarkan apa yang sudah diketahui tentang karakteristik virus corona baru. Dan mereka menemukan bahwa kondisi cuaca seperti kelembaban, suhu dan garis lintang, pengaruhnya minor terhadap tingkat penyebaran pandemi.

Cuaca panas tak membendung virus

Dari penelitian tersebut ilmuwan menyarankan untuk bersiap pada saat pergantian cuaca. "Baik lokasi tropis dan sedang harus bersiap untuk wabah penyakit yang parah dan bahwa suhu musim panas tidak akan secara efektif membatasi penyebaran infeksi," tulis para ilmuwan.

Makalah itu juga memeringatkan bahwa kekuatan kekebalan tubuh akan menjadi faktor penting dalam memutuskan tindakan pengendalian terhadap wabah lebih lanjut. Kendati demikian para ilmuwan masih tidak yakin apakah antibodi pada orang yang telah terinfeksi virus akan melindungi mereka dari infeksi gelombang kedua.

Para ilmuwan memeringatkan akan adanya gelombang kedua pandemi di Eropa seiring banyak negara yang mulai melonggarkan kebijakan karantina wilayah. Mereka juga terus menyuarakan langkah-langkah penting upaya menanggulanginya seperti tes massal COVID-19, melacak kontak fisik, physical distancing, dan mencuci tangan dengan sabun.

Studi lain juga melaporkan hal serupa. Misalnya penelitian dari Harvard's T.H. Chan School of Public Health pada Februari, mengungkapkan bahwa penularan sangat memungkinkan pada kelembaban yang meningkat dan suhu tinggi. Bahkan penelitian di Perancis pada April mengungkapkan beberapa jenis virus mampu mereplikasi diri setelah dipanaskan hingga 60 derajat celcius.