JAKARTA – Doomsday Clock atau Jam Kiamat berada di 100 detik sampai nanti malam. Jam Kiamat bergerak mendekati kiamat disebabkan karena pandemi Covid-19 yang melanda dunia.
Sebagai informasi, Doomsday Clock ini tidak berkaitan dengan waktu kiamat akhir zaman. Ini merpakan pengingat tindakan manusia yang merusak Bumi sehingga bisa menyebabkan kehancuran.
Merespon pergerakan Doomsday Clock, Bulletin of the Atomic Scientiest (BAS) memaparkan bahwa pergerakan tersebut disebabkan oleh lambannya respon pemerintahan dunia dalam menangani Covid-19.
“Pandemi mengunkapkan betapa tidak siap dan tidak maunya negara-negara serta sistem internasional menangani keadaan darurat global dengan benar,” ujar para ilmuwan BAS sebagaimana dikutip dari ABCNews pada Jumat 22 Oktober 2021.
“Dalam masa krisis yang sebenarnya itu, para pemerintah terlau sering melepaskan tanggung jawab, mengabaikan nasihat ilmuwan, tidak bekerja sama atau berkmunikasi secara efektif dan akibatnya gagal untuk melindungi kesehatan serta kesejahteraan warganya.”
BACA JUGA:
Jam Kiamat tersebut dibuat pada tahun 1947 oleh BAS yang didirikan oleh Albert Einstein dan para mahasiswa dari Universitas Chicago. Waktu itu, jam diatur tujuh menit sebelum tengah malam. Seiring berjalannya waktu, beberapa kali jam tersebut mendekat dan menjauh dari tengah malam yang disimbolkan sebagai penanda kiamat. Jam paling lama, 17 menit dari tengah malam. Itu terjadi pada tahun 1991.
Pada saat itu, terjadi pertemuan dua pemimipin besar dunia, Presiden AS George Bush dan Presiden Uni Soviet Mikhail Gorbachev yang mengumumkan pengurangan senjata nuklir di kedua belah pihak.
Doomsday Clock memperhitungkan sejumlah permasalahan yang terjadi di dunia termasuk bahaya nuklir dan perubahan iklim serta persebaran disinformasi di dunia maya, kemudian teori konspirasi yang dapat menyebabkan terjadinya peran nuklir.
“Ancaman eksistensial senjata nuklir dan perubahan iklim telah meningkat beberapa tahun terakhir karena pengganda ancaman; korupsi terus menerus dari ekosfer informasi di mana pembuat keputusan publik bergantung,” kata ilmuwan BAS.