COVID-19 Melonjak, KPAI: Hentikan Uji Coba PTM dan Tunda Pembukaan Sekolah
Ilustrasi-belajat tatap muka (Foto: DOK ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Penambahan kasus positif COVID-19 di Indonesia terus terjadi, bahkan menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa hari terakhir. Melonjaknya kasus COVID-19 di Indonesia pascalibur lebaran diduga akibat mutasi virus varian Delta asal India. 

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti hal ini. Apalagi, ruang ICU bagi pasien usia anak sangat minim. Angka kematian anak Indonesia pun tertinggi di dunia akibat COVID-19. 

Berdasarkan data Satgas COVID-19, kasus konfirmasi positif secara nasional bertambah 13.737 pada Minggu, 20 Juni. Total kasus positif Covid-19 di Indonesia menjadi 1.989.909 kasus. Dari angka tersebut, 12,5 persen yang terinfeksi COVID-1-19 adalah usia anak. 

KPAI khawatir, jumlah anak terpapar COVID-19 semakin meningkat pesat. Terlebih, sekolah tatap muka akan mulai di buka secara serentak pada Juli mendatang.

Karenanya, KPAI mendorong Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah segera menghentikan ujicoba Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di sejumlah daerah yang positivity ratenya di atas 5 persen. 

KPAI menganjurkan agar pemerintah pusat dan pemerintah daerah menunda pembukaan sekolah pada tahun ajaran baru 2021/2022 yang dimulai pada 12 Juli 2021. 

"Mengingat kasus sangat tinggi dan positivity rate di sejumlah daerah diatas 5 persen, bahkan ada yang mencapai 17 persen. Kondisi ini sangat tidak aman untuk buka sekolah tatap muka," ujar Komisioner KPAI Retno Listyarti di Jakarta, Selasa, 22 Juni.

KPAI meminta agar kebijakan pembukaan sekolah tatap muka di Indonesia tidak diseragamkan. Misalnya, untuk daerah-daerah dengan positivity ratenya dibawah 5 persen, KPAI mendorong sekolah tatap muka bisa dibuka dengan pemberlakuan prokes/SOP yang ketat. 

“Di wilayah-wilayah kepulauan kecil yang sulit sinyal justru kami sarankan dibuka dengan ketentuan yang sama sebagaimana disebutkan Presiden Jokowi, PTM hanya 2 jam, siswa yang hadir hanya 25 persen dan hanya 1-2 kali seminggu”, jelas Retno.

KPAI mendesak pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sesuai Konvensi Hak Anak harus mengutamakan hak hidup nomor 1, hak sehat nomor 2 dan hak pendidikan nomor 3. 

"Kalau anaknya masih sehat dan hidup maka ketertinggalan materi pelajaran masih bisa dikejar. Kalau anaknya sudah dipinterin terus sakit dan meninggal, kan sia-sia. Apalagi angka anak Indonesia yg meninggal karena COVID-19, menurut data IDAI angkanya sudah tertinggi di dunia," jelasnya.

KPAI juga mendorong pemerintah pusat maupun pemerintah daerah menyediakan fasilitas ruang NICU dan ICU khusus covid untuk pasien usia anak. 

"Ketiadaan ruang ICU dan NICU di berbagai daerah di Indonesia mengakibatkan pasien usia anak yang positif COVID-19 sulit diselamatkan ketika kondisinya kritis," tandas Retno.