Bagikan:

JAKARTA - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri mengkritik rencana pemerintah yang akan melonggarkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pelonggaran itu terkait masyarakat di bawah usia 45 tahun yang diperbolehkan bekerja karena memiliki daya tahan tubuh yang tinggi.

Padahal menurut data, kurva kasus COVID-19 di Indonesia masih fluktuatif, di mana jumlah orang yang positif setiap harinya masih terus bertambah ratusan orang. Per hari ini saja, Senin 18 Mei, Juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19, Achmad Yurianto memaparkan, terjadi penambahan kasus positif sebanyak 496 pasien positif. Total kasus positif pun menjadi 18.010 orang.

"Jadi pelonggaran ini kan konyol. Orang yang berusia di bawah 45 tahun punya daya tahan yang lebih baik, kemudian dia bergaul dengan masyarakat banyak di luar, mereka pulang bertemu dengan ibunya yang sudah tua dan bertemu saudaranya yang sudah tua, ya ditularkan lah oleh dia itu ke orang-orang yang rentan di rumahnya," ujar dia dalam sebuah video conference, Senin 18 Mei.

Menurut Faisal Basri, pemerintah terlalu berani jika benar-benar merealisasikan pelonggaran tersebut. Ia pun menilai pelonggaran ini hanya mementingkan beberapa pihak saja.

"Tidak ada resep seperti itu (di bawah 45 tahun boleh bekerja). Di negara lain pun tidak ada," tegasnya.

Faisal kembali menegaskan, pelonggaran PSBB akan terasa efektif jika kasus baru dan kematian harian akibat COVID-19 sudah turun secara konsisten. Nah di Indonesia, hal itu masih jauh panggang dari api.

"Setidaknya seminggu, tapi bagusnya dua minggu turun terus. Ayo kita lawan pandemi ini dengan melakukan tes semaksimal mungkin, tes supaya kita tahu kondisinya seperti apa. Begitu sudah tes, tracing, tracking baru treatment. Ini kan proses yang tidak bisa dilongkap," jelasnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, pemerintah tidak melakukan pelonggaran PSBB, melainkan hanya melakukan pengurangan atas kebijakan tersebut.

"Yang perlu saya tekankan tidak ada pelonggaran PSBB. Pengurangan pembatasan, iya. Tapi dikaji," kata Muhadjir dalam konferensi pers usai rapat terbatas mengenai percepatan penanganan COVID-19 yang ditayangkan di akun YouTube, Senin, 18 Mei.

Meski pemerintah bakal membuat skenario pengurangan PSBB, dia mengingatkan bahwa semuanya akan diatur dengan protokol kesehatan COVID-19. Sehingga, masyarakat tidak bisa seenaknya dan melanggar protokol kesehatan.

"Jangan diartikan 'pelonggaran semau gue', setelah longgar tidak boleh seenaknya. Padahal protokol kesehatan justru harus diperketat ketika pembatasan pengurangan dilakukan," ujar Muhadjir.

Protokol kesehatan di tempat umum, mulai dari restoran hingga tempat ibadah akan digodok oleh Kementerian Kesehatan dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Termasuk, ketika datang ke satu tempat atau acara yang dihadiri banyak orang.

"Jadi protokol di restoran, saat ibadah, bagaimana datang di acara-acara yang pengunjungnya banyak, itu harus ditaati itu The New Normal, Salat Jumat berjamaah akan beda dengan sebelum The New Normal," tegasnya.

Lagi pula, pemerintah belum mencabut status kedaruratan kesehatan yang telah diumumkan oleh Presiden Joko Widodo beberapa waktu yang lalu. Sehingga, dengan masih berlakunya Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2020 maka darurat kesehatan dan aturan turunannya masih terus berlaku.

Diberitakan, Presiden Joko Widodo telah menyatakan, pemerintah belum memutuskan pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di masa pandemi virus corona atau COVID-19 saat ini meski telah membuat skenario soal pelonggaran tersebut.

Hanya saja, pelaksanaannya belum diputuskan karena masih menunggu waktu yang tepat. "Saya ingin tegaskan bahwa belum ada kebijakan pelonggaran PSBB," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas mengenai percepatan penanganan COVID-19 yang ditayangkan di akun YouTube Sekretariat Presiden, Senin, 18 Mei.

"Karena jangan muncul nanti, keliru ditangkap masyarakat bahwa pemerintah melonggarkan PSBB. Belum. Jadi belum ada kebijakan pelonggaran PSBB," imbuh dia.

Dalam menentukan keputusan pelonggaran ini, kata dia, pemerintah terus memantau kondisi di tengah masyarakat dan data yang ada mengenai penyebaran COVID-19 di Indonesia. "Biar semuanya jelas karena kita harus hati-hati jangan keliru memutuskan," tegas dia.