Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua DPRD DKI dari Fraksi PAN Zita Anjani mengaku tak setuju jika Jakarta mesti melakukan rem darurat dengan menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) kembali. 

Sebab, menurut Zita, DKI tak memiliki cukup anggaran untuk mendanai penanganan kesehatan hingga menjamin kebutuhan masyarakat selama pengetatan mobilitas.

"Satu tahun lebih kemarin, sudah banyak yang kita korbankan dari segi ekonomi. Kenapa? Karena satu-satunya pendapatan DKI itu dari pajak. Kalau ini direm lagi, kita tidak punya uang untuk mendanai kesehatan kita," kata Zita kepada wartawan, Kamis, 17 Juni.

Menurut Zita, saat ini penanganan kesehatan dan pemulihan ekonomi harus berjalan dengan seimbang. Sebab, sudah banyak sektor usaha yang terpuruk dari segi perekonomian.

"Sudah banyak usaha-usaha collapse, UMKM yang tutup, mal sama kafe baru dibuka. Ini kalau terlalu kencang, remnya, akibatnya pajak kita drop. Kalau pajak kita drop, tidak bisa Pemprov melakukan pembiayaan untuk kesehatan," tutur Zita.

Jika harus ada tempat yang ditutup untuk mencegah penularan COVID-19, Zita menyarankan penutupan dilakukan di lokasi yang berpotensi besar dalam penyebaran virus corona.

"Tidak perlu semuanya ditutup saya rasa, hanya di tempat-tempat yang memang basis penularan saja. Karena pencapaian PAD kita saja, kalau saya enggak salah, masih di angka 25 persen. Sangat rendah. Saya takut kalau terlalu kencang tutup-tutup, nanti Pemprov enggak ada uang," jelasnya.

Sebelumnya, Koordinator RSDC Wisma Atlet Kemayoran, Mayjen TNI Tugas Ratmono menganggap Pemprov DKI mesti melakukan rem darurat, meskipun pemerintah telah menambah kapasitas tempat tidur isolasi pasien COVID-19

"Paling tidak ini akan menambah kapasitas, namun kapasitas ini pasti ada keterbatasan. Oleh kerena itu, sangat penting adalah bagaimana memutus rantai penularan di masyarakat," ungkap Tugas.

Sependapat, Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan COVID-19 Sonny Harry B. Harmadi mengaku para relawan atau duta perubahan perilaku sudah berupaya mengedukasi masyarakat. Tapi, rem darurat tetap diperlukan saat lonjakan kasus terjadi.

"Kami berupaya untuk memberikan pelayanan. Tetapi, upaya untuk mengerem laju sangat penting. Karena, pelayanan kesehatan sebaik apapun tidak mungkin melayani lonjakan yang drastis. Upaya untuk mengerem di hulu menjadi sangat penting," tutur Sonny.