Mahfud MD: Penyusunan RUU KUHP Diusahakan Berjalan Demokratis, Semua Akan Didengar
Menko Polhukam Mahfud MD (Foto: Irfan Meidianto/VO)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut pemerintah mengupayakan penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP akan berjalan demokratis.

Namun, dirinya tetap menyebut pembahasan rancangan perundangan ini harus segera menghasilkan keputusan. 

"Keputusan (terkait RUU KUHP, red) harus segera diambil. Mau mencari resultante dari 270 juta orang di Indonesia seluruhnya tidak mungkin," kata Mahfud saat membuka diskusi publik RUU KUHP yang ditayangkan di YouTube Humas Ditjen AHU, Senin, 14 Juni.

Sehingga, resultante atau keputusan terkait revisi KUHP ini nantinya akan diambil melalui due process atau proses pengambilan keputusan yang konstitusional. Sebab, meski terus didiskusikan kesepakatan terkait hal-hal yang akan direvisi lama untuk dicapai.

"Percaya dengan saya, pasti apapun yang anda sepakati nanti sore ada yang enggak setuju, besok ada yang enggak setuju lagi. Lalu kapan selesainya," ujar eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut.

Lebih lanjut, dia mengatakan perdebatan panjang terkait RUU KUHP ini terjadi karena tiga faktor. Pertama, kemajemukan masyarakat Indonesia sehingga dalam menyikapi sebuah isu juga memiliki ragam pemikiran.

Faktor kedua, dilatarbelakangi adanya pertentangan antara universalisme dan partikularisme. Satu pihak, kata Mahfud, mengatakan hukum pidana harus bersifat universal tapi pihak lain berpandangan hukum pidana harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Terakhir, karena adanya perdebatan panjang mengenai KUHP tersebut muncul pandangan agar pemberlakuan KUHP yang lama saja. Apalagi, undang-undang yang lama sudah bagus karena menyangkut semua hal terkait azas legalitas hingga non retroaktif.

Sehingga, ada pihak-pihak yang meminta agar perubahan undang-undang ini dilakukan secara perlahan.

"Tapi kalau pelan-pelan lebih dari 60 tahun atau 50 tahun, menurut saya, bicara tentang hukum terlalu berlebihan," tegasnya.

"Maka dari itu, mari sekarang kita segera cari resultante baru. Toh, sudah ada instrumen hukum. Kalau ada inkonstitusional nanti ada (gugatan, red) MK lagi. Ada legislative review lagi," pungkasnya.