Bagikan:

JAKARTA - Komisi X DPR memprotes rencana pemerintah mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap jasa pendidikan. Pasalnya, wacana ini akan memberikan dampak serius bagi masa depan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, salah satunya biaya sekolah yang semakin mahal.

“Pengenaan PPN ini berpotensi berimbas serius terhadap jasa pendidikan, karena pajak ini oleh lembaga pendidikan akan dibebankan kepada wali murid. Biaya pendidikan akan menjadi tinggi,” ujar Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda kepada wartawan, Kamis, 10 Juni.

Dia memahami bila pemerintah berusaha memperluas basis objek pajak di Tanah Air sebagai upaya meningkatkan pendapatan negara. Di mana, sebesar 85 persen pendapatan negara tergantung pada sektor pajak. 

"Tapi pemerintah harusnya berhati-hati untuk memasukan sektor pendidikan sebagai objek pajak,” imbau Huda.

Huda mengakui, penyelenggaraan pendidikan di Indonesia memang sebagian dilakukan oleh kalangan swasta. Bahkan ada sebagian dari penyelenggara pendidikan memasang tarif mahal karena kualitas kurikulum maupun sarana prasarana penunjangnya. 

Namun, kata Huda, secara umum sektor pendidikan masih membutuhkan uluran tangan pemerintah karena keterbatasan sarana prasarana maupun lemahnya potensi ekonominya.

“Kita belum mengukur secara presisi dampak dari kebijakan tersebut, namun saat ini hal tersebut membuat kami mengkhawatirkan implikasinya,” jelas Huda.

Politikus PKB ini menilai tidak tepat bila sektor Pendidikan dijadikan objek pajak. Menurutnya sistem Universal Service Obligation (USO) akan lebih tepat digunakan untuk memeratakan akses Pendidikan. 

Dari sistem ini, kata Huda, sekolah-sekolah yang dipandang mapan akan membantu sekolah yang kurang mapan. Dengan demikian, kalaupun ada potensi pendapatan negara yang didapatkan dari sektor pendidikan maka outputnya juga untuk pendidikan. 

"Istilahnya dari pendidikan untuk pendidikan juga,” katanya.

Sementara terkait pungutan PPN untuk jasa pendidikan, Huda berharap pemerintah duduk bersama Komisi X DPR RI guna membahas persoalan ini supaya ada solusi. Kementerian Keuangan, kata Huda, bisa datang ke Komisi X untuk memberikan alasan, rasionalisasi, dan dampak jika PPN jasa pendidikan benar-benar dilaksanakan. 

“Agar tidak menjadi polemik dan kontra produktif, kita mengharapkan penjelasan pemerintah atas isu ini,” demikian Huda.

Untuk diketahui, dalam rancangan (draft) RUU KUP yang beredar, disebutkan pemerintah menghapuskan jasa pendidikan dari kategori jasa yang tidak dikenai PPN, sebagaimana tertuang dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). 

Saat ini, jasa pendidikan yang bebas PPN di antaranya yaitu pendidikan sekolah seperti PAUD, SD-SMA, perguruan tinggi, dan pendidikan luar sekolah.