JAKARTA - Sedikitnya 800 tentara rezim militer Myanmar telah meninggalkan dinas dan bergabung dengan Gerakan Pembangkangan Sipil (CDM), ujar seorang kapten militer yang membantu para tentara membelot.
Kapten Lin Htet Aung membelot pada akhir Maret lalu. Sejak saat itu ia bekerja sama dengan lebih banyak pembelot, untuk membantu orang lain meninggalkan militer. Dia bertugas di Batalyon Infanteri 528 di bawah Komando Wilayah Segitiga di negara bagian Shan timur.
Diterangkan olehnya, sekitar tiga perempat dari mereka yang membelot siap bergabung dengan Tentara Pertahanan Rakyat (PDF) untuk melawan rezim militer Myanmar. Sisanya ingin membantu revolusi dengan cara lain tetapi tidak ingin berperang, tambahnya.
"Sekitar 100 pembelot telah menjabat sebagai perwira dengan pangkat termasuk mayor, kapten dan letnan," terang Lin Htet seperti melansir Myanmar Now Kamis 10 Juni.
Lebih jauh diterangkan olehnya, beberapa telah melakukan perjalanan ke daerah perbatasan yang dikendalikan oleh kelompok etnis bersenjata dan memberikan kursus kilat dalam pertempuran, kepada orang-orang yang melarikan diri dari kota untuk mengangkat senjata melawan junta.
"Kebanyakan pembelot berasal dari Angkatan laut dan Angkatan Udara. Tentara dari resimen infanteri merasa lebih sulit untuk melarikan diri karena takut akan dampak terhadap keluarga mereka," ungkapnya.
"Alasan utama mereka tidak dapat membelot adalah karena mereka melakukan operasi garis depan dan terpisah dari keluarga mereka. Mereka juga tidak memiliki akses ke pernyataan kami, jadi itu tidak membantu," tandasnya, merujuk pada permohonan publik oleh para pembelot agar tentara lain bergabung dengan CDM.
Sekitar 40 sampai 50 tentara yang membelot meninggalkan keluarga mereka di perumahan militer. Menurutnya, para tentara tersebut tahu apa yang harus dilakukan, karena mereka tidak bisa menghubungi keluarga mereka.
"Sebagian besar pembelot berusia antara 2o dan 35 dan tidak ada seorang pun di atas pangkat mayor yang membelot. Kami tidak mengharapkan apa pun dari mereka yang berpangkat lebih tinggi," tandasnya.
"Semakin tinggi mereka, semakin takut mereka kehilangan posisi. Jika mereka membelot, pertarungan ini akan berakhir dengan cepat," sambungnya.
Terpisah, Letnan Htet Nay Bala dari Batalyon Infanteri ke-269 di Negara Bagian Chin, memutuskan untuk membelot pada 7 Maret lalu lantaran diperintahkan menyerang pengunjuk rasa damai.
"Alih-alih melindungi rakyat setelah mengambil pajak sebagai gaji, lembaga ini melakukan semua kekejaman ini. Jadi saya tidak ingin lagi menjadi bagian dari itu," tegasnya.
"Semua orang merasa masa depan mereka direnggut ketika kudeta terjadi. Sebagai pemuda yang mencintai negara saya, saya akan melanjutkan revolusi. Tidak ada jalan kembali." pungkasnya.
BACA JUGA:
Untuk diketahui, Data Asosiasi Bantuan Hukum untuk Tahanan Politik (AAPP) Myanmar mencatat hingga hari ke-129 kudeta militer Myanmar pada Kamis 9 Juni kemarin, sebanyak 858 warga tewas dan total 5.941 orang ditahan di mana 4.782 orang masih menjalani penahanan.
Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.