Profesor Virologi Jepang Ingatkan Potensi Penyebaran Virus Corona Selama Olimpiade Tokyo
Ilustrasi Olimpiade Tokyo 2020. (Wikimedia Commons/Tokyo-Good)

Bagikan:

JAKARTA - Profesor Hiroshi Oshitani dari Universitas Tohoku, ahli virologi yang juga penasihat pemerintah, memeringatkan risiko penyebaran infeksi COVID-19 selama gelaran Olimpiade Tokyo, sambil menyebut tidak mungkin menggelar Olimpiade 100 persen tanpa risiko penyebaran virus. 

Dikutip Reuters dari Times of London Selasa 8 Juni, Profesor Hiroshi Oshitani adalah seorang arsitek pendekatan 'Tiga C' Jepang terhadap pandemi, yang menyarankan untuk menghindari ruang tertutup, keramaian, dan situasi kontak dekat.

“Pemerintah dan panitia penyelenggara, termasuk IOC (Komite Olimpiade Internasional), terus mengatakan bahwa mereka menyelenggarakan Olimpiade yang aman. Tapi semua orang tahu ada risiko. Ini 100 persen tidak mungkin untuk mengadakan Olimpiade tanpa risiko. Penyebaran infeksi di Jepang dan juga di negara lain setelah Olimpiade," paparnya.

"Ada beberapa negara yang tidak memiliki banyak kasus, dan ada pula yang tidak memiliki varian. Jangan jadikan Olimpiade (kesempatan) untuk menyebarkan virus ke negara-negara ini," tambahnya, mencatat sebagian besar negara kekurangan vaksin.

Sudah ditunda dari tahun lalu karena pandemi, versi Olimpiade yang diperkecil tanpa penonton asing akan dimulai pada 23 Juli mendatang, meskipun publik khawatir acara tersebut dapat menyebarkan virus corona dan menguras sumber daya medis.

Namun, seorang mantan atlet Olimpiade yang menjadi pakar kesehatan masyarakat mengatakan, dia yakin Olimpiade dapat dilakukan dengan tingkat risiko yang dapat diterima.

"Akan ada kasus, tetapi memiliki satu atau beberapa kasus tidak berarti itu gagal," Tara Kirk Sell, profesor di Sekolah Kesehatan Masyarakat Johns Hopkins Bloomberg, mengatakan kepada Reuters.

Diterangkan olehnya, buku pedoman dari penyelenggara acara yang merinci rezim pengujian, serta pembatasan gerakan untuk atlet dan pengunjung lain, menguraikan strategi yang baik untuk meminimalkan penularan.

Meski tidak separah negara lain, Jepang mencatat hampir 760.000 kasus infeksi COVID-19 dengan lebih dari 13.500 kematian. 

Jepang tidak mengalami wabah eksplosif yang terlihat di tempat lain, tetapi telah mencatat hampir 760.000 kasus dan lebih dari 13.500 kematian. Sejumlah wilayah masih berada dalam keadaan darurat, seperti Tokyo.

Penasihat medis utama pemerintah Shigeru Omi pekan lalu mengatakan, para ahli medis merencanakan pernyataan tentang Olimpiade Tokyo pada 20 Juni mendatang, ketika keadaan darurat akan dicabut.