Marak Kawin Kontrak di Cipanas-Puncak, Bupati Segera Keluarkan Perbup Larangan
Bupati Cianjur akan mengeluarkan larangan kawin kontrak untuk mencegah maraknya praktik tersebut antara wisatawan asing dengan warga, terutama di kawasan Cipanas-Puncak (ANTARA)

Bagikan:

CIANJUR - Pemerintah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, akan mengeluarkan larangan kawin kontrak untuk mencegah maraknya praktik tersebut antara wisatawan asing dengan warga, terutama di kawasan Cipanas-Puncak. Kawin kontrak dinilai dapat merugikan kaum perempuan.

"Kami akan segera membuat peraturan bupati terkait larangan kawin kontrak, mencakup larangan secara umum untuk warga lokal, luar kota dan wisatawan asing," kata Bupati Cianjur, Herman Suherman di Cianjur dikutip Antara, Jumt, 4 Juni.

Dia menjelaskan, hingga saat ini praktek kawin kontrak masih tetap terjadi seiring tingginya angka wisatawan asing yang datang ke Cianjur, terutama wisatawan Timur Tengah, sehingga pemkab mengeluarkan larangan terkait hal tersebut.

Berdasarkan fatwa ulama, tambah dia, tidak memperbolehkan kawin kontrak karena dapat merendahkan derajat dan merugikan kaum perempuan.

"Kami merasa berdosa kalau membiarkan hal tersebut terus terjadi, sehingga kami tengah menggodok perbup dan sanksi agar ada efek jera," kata Bupati Herman.

Sementara itu, Ketua Harian P2TP2A Cianjur Lidya Indiyani Umar mengatakan sepanjang tahun 2021 telah mendapat tiga laporan terkait kawin kontrak yang merugikan perempuan di Cianjur, sehingga pihaknya menilai masih ada kawin kontrak yang terjadi di Cianjur.

Dia menjelaskan, dari tiga laporan tersebut, perempuannya dalam kondisi hamil, namun ditinggalkan pasangannya karena masa kawin kontrak sudah habis, sehingga korban terpaksa harus menanggung beban sendiri untuk membesarkan anak dalam kandungannya.

"Kami mendukung adanya perbub yang melarang kawin kontrak berikut dengan sanksi tegas agar tidak ada lagi praktek kawin kontrak di Cianjur, karena selama ini, masih terjadi dengan bukti masuknya tiga laporan terkait kawin kontrak, dimana kondisi perempuannya sedang hamil," katanya.

Hal tersebut, menjurut dia, selain merugikan korban, juga akan berdampak luas terhadap tumbuh kembang sang anak termasuk saat mengurus administrasi kependudukan karena sebagian besar pria yang melakukan kawin kontrak merupakan wisatawan asing.