Bagikan:

JAKARTA - Komisi II DPR RI merekomendasikan agar Pileg dan Pilpres 2024 digelar pada bulan Maret. Setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengusulkan pemilu digelar pada Februari 2024.

Dengan diketahuinya waktu pelaksanaan pilpres, partai-partai politik tentunya mulai ancang-ancang membuka ruang koalisi mengusung pasangan calon.

Bahkan, PDIP sudah menyatakan tidak mau berkoalisi dengan PKS lantaran beda ideologi. Sementara NasDem, mengagendakan pendaftaran konvensi capres di 2022 mendatang.

Menanggapi hal itu, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) masih enggan membahas sosal dinamika penjajakan pembentukan koalisi menuju Pilpres 2024.

Wakil Ketua Umum DPP PPP, Arsul Sani menilai, yang terpenting saat ini adalah membahas bagaimana menciptakan Pilpres 2024 sebagai hajatan demokrasi yang lebih baik dari sebelumnya. Yakni, memunculkan lebih dari dua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. 

"Kita perlu mendorong pilpres diikut lebih dari dua pasang, meski konsekuensinya nanti ada putaran kedua," ujar Arsul, di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat, 4 Juni.

Menurutnya, jika hanya dua paslon saja maka akan berbuntut perpecahan cukup panjang sebagaimana Pilpres 2014 dan 2019.

"Potensi pembelahan masyarakat yang terjadi kalau pilpres diikuti dua pasang recovery cost-nya biaya pemulihannya sangat mahal by social," jelas Arsul.

Dia memahami apabila muncul lebih dari dua paslon maka berpotensi berlangsung dua putaran. Namun kata dia, pembelahan yang mungkin terjadi bisa diminimalkan sekalipun putaran keduanya hanya diikuti dua paslon.

"Ketika sudah melewati putaran pertama tanpa pembelahan yang tajam maka rasanya pilpres itu secara kualitas akan lebih baik, itu yang kita yakini hari ini," kata Arsul Sani.