KPK Diminta Terus Usut Kasus Pengadaan Tanah di Munjul, Jangan Mandek seperti Pembelian Lahan RS Sumber Waras
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (Foto Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan dan menahan Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Cornelis Pinontoan terkait dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta. Meski begitu, KPK diminta terus mengusut dugaan keterlibatan pihak lain supaya kasusnya tak mandek seperti kasus pembelian lahan RS Sumber Waras.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengingatkan komisi antirasuah serius mengusut perkara yang menjerat Yoory tersebut. Semua pihak yang diduga terkait harus dipanggil tanpa terkecuali.

"Menurut saya itu (harus, red) diusut semuanya. Siapa saja yang terlibat jangan sampai kayak kasusnya Sumber Waras yang mandek," kata Trubus saat dihubungi VOI, Minggu, 29 Mei.

Sebagai informasi, kasus pembelian lahan RS Sumber Waras ini terjadi pada saat masa kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama alias Ahok. Menurut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akibat pembelian lahan ini terjadi indikasi kerugian negara sebesar Rp191 miliar. 

Namun, saat itu KPK tidak menemukan adanya dugaan tindak pidana korupsi. Sehingga mereka tidak melanjutkan proses penyelidikan ke penyidikan.

Kembali ke Trubus, menurutnya ada sejumlah pihak yang harus diperiksa dalam kasus dugaan korupsi ini. Selain memanggil kepala dinas terkait, penyidik KPK dirasa perlu memanggil DPRD Provinsi DKI Jakarta, termasuk Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi.

Alasannya, sebagai ketua, Edi dinilai mengikuti rancangan anggaran sejak awal. Sehingga, dia dinilai mengetahui perihal rencana pembelian tanah ini.

"Biasanya dia (ketua banggar, red) kan yang ikut (rapat, red) rancangan anggaran sejak awal. Kan ada pengajuan dari dinas pas penyusunan anggaran, terus dianggarkan," tegasnya.

Namun, Trubus memahami pemanggilan yang dilakukan penyidik KPK tidak bisa begitu saja dilakukan. "Biasanya penyidik KPK sudah punya ukuran dan mekanismenya kalau (akan dipanggil, red) untuk pemeriksaan," ungkapnya.

KPK pastikan panggil semua pihak, tak terkecuali Gubernur Anies. Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri telah mengatakan, pihaknya tentu akan memanggil semua pihak yang dianggap tahu dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul. Bukan hanya pejabat di dinas terkait saja yang terkait, penyidik dipastikan akan memanggil sejumlah pihak termasuk Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

"Pemanggilan seseorang sebagai saksi dalam penyelesaian perkara itu tentu karena jika ada kebutuhan penyidikan," ungkap Ali kepada wartawan, Jumat, 28 Mei.

Dia mengatakan, para saksi yang dipanggil dan diperiksa ini adalah mereka yang dianggap tahu rangkaian peristiwa dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara hingga Rp152,5 miliar. Tujuannya, untuk menambah terang kasus ini.

"Proses penyidikan perkara ini masih terus dilakukan dengan pengumpulan bukti baik keterangan saksi-saksi maupun bukti-bukti lain," tegasnya.

Ali mengatakan tiap saksi yang akan dipanggil tentunya akan diinformasikan ke publik. "Mengenai pihak yang akan kami panggil sebagai saksi akan kami informasikan lebih lanjut," ungkapnya.

Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah ini, KPK bukan hanya menetapkan Yoory sebagai tersangka. Ada dua orang lain yang juga jadi tersangka tapi belum menggunakan rompi oranye.

Mereka adalah Direktur PT Adonara Propertindo Tomy Ardian dan Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene. Selain itu, komisi antirasuah juga menetapkan tersangka korporasi yaitu PT Adonara Propertindo.

Kasus ini bermula saat Perumda Pembangunan Sarana Jaya yang merupakan BUMD di bidang properti mencari tanah di wilayah Jakarta untuk  dimanfaatkan sebagai unit bisnis maupun bank tanah. 

Selanjutnya, Perumda Pembangunan Sarana Jaya ini bekerja sama dengan PT Adonara Propertindo yang juga bergerak di bidang yang sama. 

Dari kerja sama inilah, pada 8 April 2019 lalu, disepakati penandatanganan Pengikatan Akta Perjanjian Jual Beli di hadapan notaris yang berlangsung di kantor Perumda Sarana Jaya. Tanda tangan ini dilakukan antara pihak pembeli yaitu Yoory dan Anja Runtuwene.

Selanjutnya masih di waktu yang sama tersebut, langsung dilakukan pembayaran sebesar 50 persen atau sekitar sejumlah Rp108, 9 miliar ke rekening bank milik AR pada Bank DKI. Tak berselang lama, atas perintah Yoory, pembayaran berikutnya dilakukan sebesar Rp43,5 miliar.

Hanya saja perbuatan para tersangka, membuat negara merugi hingga Rp152,5 miliar. Penyebabnya, Perumda Sarana Jaya diduga melakukan tindakan penyelewengan seperti tak melakukan kajian terhadap kelayakan objek tanah dan tak melakukan kajian appraisal tanpa didukung kelengkapan persyaratan sesuai peraturan terkait. 

Kemudian, perusahaan BUMD ini juga diduga kuat melakukan proses dan tahapan pengadaan tanah tak sesuai prosedur dan ada dokumen yang disusun secara backdate, serta kesepakatan harga awal antara Anja dan Perumda Sarana Jaya dilakukan sebelum proses negosiasi dilakukan.

Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.