Terus Lawan Penonaktifan Hingga Pemecatan, Novel Baswedan: Ini Tidak Terkait Kepentingan Pribadi
Novel Baswedan bersama Ketum PGI (Wardhany Tsa Tsia/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menegaskan perlawanan yang dilakukannya bersama 74 pegawai lain yang dinyatakan tak lolos Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), bukan karena kepentingan pribadi. 

Pernyataan ini disampaikan Novel usai melakukan pertemuan dengan Ketua Umum Persatuan Gereja-gereja Indonesia (PGI), Gomar Gultom.

Menurutnya, perlawanan ini semata-mata dilakukan karena mereka melihat adanya upaya pelemahan terhadap KPK. Caranya, dengan menyingkirkan pegawai yang berintegritas.

"Bahwa ini bukan sekadar kepentingan dari kami yang sedang diupayakan untuk keluar dari KPK, tapi saya khawatir ini adalah upaya pelemahan KPK," kata Novel di Kantor PGI, Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, Jumat, 28 Mei.

Sehingga, jika benar pemecatan ini sebagai bentuk pelemahan tahap akhir maka perlu dukungan dari semua pihak. Sebab, setiap orang punya hak untuk memberikan dukungan terhadap upaya pemberantasan korupsi.

"Kami pun menggarisbawahi (kunjungan, red) tidak hanya terkait kepentingan kami pribadi dari 75 orang tapi kami ingin memperjuangkan hal ini sebagai bentuk rasa tanggung jawab dan keinginan memperjuangkan harapan masyarakat untuk memberantas korupsi dengan sebaik-baiknya," ungkapnya.

Novel berharap pertemuan antara perwakilan 75 pegawai yang dinyatakan tak lolos TWK ini bisa berujung pada dukungan oleh PGI. Sehingga, akan makin banyak lagi masyarakat yang bisa mendukung perjuangan tersebut demi melakukan pemberantasan korupsi.

"Saya khawatir kalau ini dibiarkan terjadi maka harapan kita untuk memberantas korupsi dengan baik akan jauh dari apa yang diinginkan," tegasnya.

Sementara itu, Ketua Umum PGI, Gomar Gultom mengatakan, TWK yang jadi syarat alih status kepegawaian dan mengganjal puluhan orang tersebut adalah sebuah drama yang direkayasa. Apalagi, selama ini KPK selalu diganggu oleh pihak-pihak tertentu.

Dia bahkan menyebut, 75 pegawai yang 51 orang di antaranya akan dipecat per 1 November nanti terindikasi telah ditarget. Sebab, TWK yang harusnya meningkatkan dan memperbaiki wawasan kebangsaan, justru jadi alat untuk menyingkirkan mereka yang telah berdedikasi.

"Ke 75 orang ini cukup kuat indikasi yang menunjukkan ini merupakan target," tegas Gomar.

Dalam pertemuan ini, dirinya juga mengaku sempat mendengarkan sejumlah informasi dari perwakilan pegawai. Termasuk bagaimana ada pegawai yang selalu berkinerja baik selama beberapa tahun belakangan tapi dinyatakan tak lolos TWK.

"Oleh karena itu kita juga bertanya-tanya ketiga diantara mereka sedang menangani kasus-kasus yang lumayan signifikan ada apa di balik ini semua," katanya.

Karena itu, Gomar meminta proses TWK ini dibuka secara transparan oleh KPK maupun Badan Kepegawaian Negara (BKN). Sehingga, polemik ini bisa terang benderang.

"Apalagi presiden sudah mengatakan bahwa ini tidak boleh tes ini dipakai untuk menyeleksi siapa yang lulus dan siapa yang tidak lulus menjadi ASN. Kita menjadi bertanya-tanya, siapa sebetulnya kepala negara sekarang di negara ini," ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya, KPK telah melaksanakan rapat koordinasi untuk membahas nasib 75 pegawai yang gagal Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dan dinonaktifkan. Selain KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN), rapat ini juga dihadiri oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly serta MenPANRB Tjahjo Kumolo.

Hasilnya, 51 pegawai KPK dari jumlah keseluruhan 75 pegawai yang tak lolos TWK dipastikan dipecat dari pekerjaannya per 1 November nanti. Sementara 24 pegawai masih mungkin dilakukan pembinaan meski jika tak lolos diklat bela negara dan wawasan kebangsaan, mereka juga bisa dipecat.

Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) diikuti 1.351 pegawai KPK. Dari jumlah tersebut, 1.274 orang dinyatakan memenuhi syarat.

Sedangkan 75 pegawai termasuk Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK yang juga penyidik Yudi Purnomo, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK Giri Suprapdiono, Kasatgas KPK Harun Al-Rasyid, dan Direktur PJKAKI Sujarnarko dinyatakan tak memenuhi syarat (TMS). Berikutnya, dua pegawai lainnya tak hadir dalam tes wawancara.