Eks Dirut Sarana Jaya Ditahan KPK, Wagub DKI: Jadi Pelajaran untuk Hati-hati
Mantan Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles ditahan KPK (Wardhany Tsa Tsia/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyebut penetapan eks Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Cornelis Pinontoan sebagai tersangka korupsi pembelian tanah jadi pelajaran bagi jajaran Pemprov DKI.

Riza berharap kasus Yoory akan menjadi peringatan bagi para pejabat di DKI agar terus bekerja sesuai dengan aturan dan takut untuk melakukan tindak pidana korupsi ke depannya.

"Ini menjadi pelajaran bagi semua, jajaran BUMD, pejabat PNS, untuk lebih berhati-hati semua harus dilaksanakan sesuai dengan regulasi, aturan, ketentuan, SOP yang ada," tutur Riza.

Sejak awal, Riza menuturkan pihaknya menetapkan asas praduga tak bersalah ketika ada jajaran Pemprov DKI yang terseret suatu kasus. Segala pihak diminta menunggu berjalannya proses persidangan sebelum ada keputusan bersalah.

"Nanti kita tunggu dan juga umpamanya punya hak banding dari aparat juga punya hak masing-masing. Mari kita saling menghormati saling mendukung satu sama lain," sebutnya.

Sebagai informasi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan eks Yoory dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta Timur. Dalam kasus ini, Yoory diduga telah merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah.

"Diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara setidak-tidaknya sebesar Rp152,5 miliar," kata Plh Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Setyo Budiyanto, kemarin.

KPK tak hanya menetapkan Yoory sebagai tersangka tapi juga dua orang lainnya yaitu Direktur PT Adonara Propertindo Tomy Ardian, dan Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene. Selain itu, KPK juga menetapkan tersangka korporasi yaitu PT Adonara Propertindo.

Kasus ini bermula  saat Perumda Pembangunan Sarana Jaya yang merupakan BUMD di bidang properti mencari tanah di wilayah Jakarta untuk  dimanfaatkan sebagai unit bisnis maupun bank tanah. 

Selanjutnya, Perumda Pembangunan Sarana Jaya ini bekerja sama dengan PT Adonara Propertindo yang juga bergerak di bidang yang sama. 

Dari kerja sama inilah, pada 8 April 2019 lalu, disepakati penandatanganan Pengikatan Akta Perjanjian Jual Beli di hadapan notaris yang berlangsung di kantor Perumda Sarana Jaya. Tanda tangan ini dilakukan antara pihak pembeli yaitu Yoory dan Anja Runtuwene.

"Selanjutnya masih di waktu yang sama tersebut, langsung dilakukan pembayaran sebesar 50 persen atau sekitar sejumlah Rp108, 9 milira ke rekening bank milik AR pada Bank DKI," ungkap Setyo.

Berikutnya, atas perintah Yoory, pembayaran berikutnya dilakukan sebesar Rp43,5 miliar.

Namun, dalam proses pengadaan tanah tersebut, Perumda Sarana Jaya diduga melakukan tindakan penyelewengan seperti tak melakukan kajian terhadap kelayakan objek tanah dan tak melakukan kajian appraisal tanpa didukung kelengkapan persyaratan sesuai peraturan terkait. 

Selain itu, perusahaan BUMD ini juga diduga kuat melakukan proses dan tahapan pengadaan tanah tak sesuai prosedur dan ada dokumen yang disusun secara backdate, serta kesepakatan harga awal antara Anja dan Perumda Sarana Jaya dilakukan sebelum proses negosiasi dilakukan.

Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.