Komnas KIPI dan BPOM Uji Toksisitas AstraZeneca Setelah ada Kasus Pria Meninggal Usai Divaksin
Ilustrasi (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas KIPI) bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tengah menguji sterilitas dan toksisitas vaksin AstraZeneca. Hal ini untuk membuktikan pengaruh imunisasi terhadap wafatnya seorang pria bernama Trio Fauqi Virdaus (22).

Trio meninggal dunia setelah menjalani vaksinasi AstraZeneca pada Rabu, 5 Mei. Pemuda asal Buaran, Duren Sawit, Jakarta Timur, yang bekerja di Pegadaian itu meninggal sehari setelah melakukan vaksinasi, Kamis, 6 Mei.

 

"Sekarang sedang diuji vaksinnya dari segi sterilitas dan toksisitas, apakah vaksin yang disuntikkan itu steril atau tidak. Kami juga cek apakah ada kandungan toksisitasnya atau tidak," ujar Ketua Komnas KIPI Hindra Irawan Satari, Minggu, 16 Mei.

Dia menjelaskan, toksisitas adalah sifat suatu zat yang merusak bila dipaparkan terhadap struktur organisme, seperti sel atau organ tubuh. Sementara sterilitas diuji untuk mengetahui apakah vaksin tersebut bersih dari kuman atau mikroorganisme lain.

"Uji BPOM biasanya dua sampai tiga pekan. Itu meliputi toksisitas dan sterilitas," jelas Hindra.

Hindra mengatakan, Komnas KIPI juga telah berupaya menginvestigasi wafatnya Trio Fauqi Virdaus berdasarkan riwayat penyakit atau komorbid yang mungkin berkaitan dengan KIPI. 

 

Berdasarkan rekam medis dari pihak dokter yang pernah melayani Trio, kata Hindra, Komnas KIPI menemukan ada penyakit kronis yang diderita. Namun dipastikan kejadian Trio wafat tidak dipicu oleh penyakit kronis tersebut.

"Kalau terkait penyakit kronisnya apa dan bagaimana, itu rahasia medis yang tidak bisa kami ungkapkan," kata Hindra.

Menurutnya, investigasi terhadap kejadian yang dialami Trio bisa dinyatakan selesai apabila BPOM telah melaporkan hasil uji terhadap sterilitas maupun toksisitas dari vaksin yang disuntik kepada almarhum. Akan tetapi, investigasi juga memungkinkan bisa berlanjut melalui proses outopsi jenazah almarhum dengan seizin keluarga.

Proses autopsi jenazah, kata Hindra, diperlukan oleh Komnas KIPI menyusul ketiadaan data pendukung proses autopsi. "Data yang dihimpun KIPI tidak ada sama sekali, sebab almarhum tiba di rumah sakit sudah wafat. Dokter juga tidak sempat memeriksa lebih jauh. Datanya tidak ada sama sekali," katanya.

Hindra menambahkan, keluarga maupun Trio sebenarnya memiliki peluang untuk menjalani diagnosa medis saat terjadi keluhan penyakit. Sebab, almarhum mengeluh sehari sebelumnya sejak jam 15.30 WIB. Lalu besoknya datang ke rumah sakit pukul 12.45 WIB sudah meninggal. 

 

"Padahal kalau diperiksa cek laboratorium dan CT scan itu bisa. Kami memeriksa saat jenazah sudah dimakamkan," katanya.

Komnas KIPI, sambung Hindra, juga berencana mengonfirmasi keluarga almarhum terkait kesediaan mereka untuk membongkar makam almarhum untuk kepentingan autopsi.

"Kami akan konfirmasi, kalau keluarga mau, ya alhamdulillah. Nanti dokter forensik yamg autopsi. Itu masih memungkinkan seperti kejadian-kejadian kriminal," tandasnya.