Bagikan:

JAKARTA - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah telah menetapkan 1 Syawal 1442 jatuh pada 13 Mei 2021. Artinya, seluruh jemaah Muhammadiyah akan berlebaran pada Kamis 13 Mei 2021.

Sementara Nahdlatul Agama belum memberikan keterangan resmi terkait 1 Syawal 1442 H. Biasanya NU selalu berbarengan dengan penetapan dari Kementerian Agama.

 

Merujuk pada sidang isbat sebelumnya, pemerintah menentukan 1 Ramadan 1442 H dengan cara daring dan luring di kantor Kemenag. Sebelum sidang isbat, biasanya akan dilakukan pemantauan posisi hilal. Dipimpin oleh Menteri agama, MUI, dan Komisi VIII DPR.

 

Menjelang lebaran Idulfitri, masyarakat berkali-kali diingatkan agar disiplin protokol kesehatan di saat Hari Raya Idulfitri karena pandemi COVID-19 masih mengancam. Terlebih adanya tiga varian baru mutasi virus tersebut yang kini sudah masuk ke Indonesia.

 

Guna mengendalikan penyebaran COVID-19 yang massif, pemerintah tegas mengeluarkan aturan larangan mudik yang sudah berlaku mulai kemarin, Kamis, 6 Mei. Masyarakat juga diperingatkan tidak berkerumun di pasar untuk belanja lebaran. 

 

Semakin mendekati lebaran, DPR, PBNU dan Muhammadiyah juga mengimbau untuk pelaksanaan salat Id agar tetap mengedepankan protokol kesehatan. Sementara takbiran keliling, sebaiknya ditiadakan. 

 

Masyarakat, juga diharapkan membatasi aktifitas berkumpul saat bersilaturahmi di hari raya Idulfitri. Ini bertujuan untuk perlindungan bagi rakyat Indonesia di saat pandemi yang belum berakhir.

 

Berikut imbauan dari terkait perayaan Idulfitri 1442 H : 

DPR

Ketua Fraksi Gerindra DPR Ahmad Muzani mengatakan kesadaran masyarakat untuk mencegah timbulnya penularan COVID-19 belum tinggi alias masih rendah. 

"Bahkan kalau ada kesempatan kita berkerumun, dengan alasan apa pun kita pasti berkerumun," ujar Muzani di gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Kamis, 6 Mei.

Contoh nyata adalah kerumunan di Tanah Abang, di stasiun dan di pusat keramaian di banyak kota menjelang lebaran. Dikatakan Muzani, seperti tiba-tiba ada suasana kebebasan karena setelah sekian lama terkungkung oleh ketakutan terhadap COVID-19.

"Jadi ada momentum untuk berkumpul, dan termasuk momen kita pulang ramai-ramai, di pesawat, bandara, stasiun, di tempat penyeberangan. Padahal yang perlu dilakukan untuk mencegah COVID-19 adalah ada kesadaran terkait berbahayanya COVID-19. Dan kesediaan untuk berkorban dari masing-masing person," jelas anggota Komisi I DPR itu.

Karenanya, Sekjen Gerindra ini meminta masyarakat untuk ikut mematuhi aturan pelarangan mudik guna memutus mata rantai penyebaran COVID-19. Fraksi Gerindra juga berharap agar masyarakat menjaga diri dengan pengorbanan untuk tidak berkerumun dan berkumpul. 

"Tidak mudik adalah bagian dari kita masing-masing untuk mencegah penyebaran. Tidak berkumpul dengan sanak saudara adalah bagian untuk mencegah penyebaran. Sebab, mudahnya penyebaran COVID-19 itu adalah berkumpul banyak orang dan di banyak tempat," katanya.

Menurut Muzani, Pemerintah perlu meninjau ulang untuk membuka tempat wisata. Sebab, tempat wisata adalah tempat yang dimungkinkan untuk berkumpul dan bisa berpotensi menjadi sumber klaster baru.

"Kalau di satu sisi kita semua sudah berkorban untuk tidak mudik dan tidak kumpul, terus ada kesempatan untuk berkumpul maka itu menggoda bagi orang-orang untuk kumpul. Maka itu harus dipersempit ruang untuk kumpul. Paling tidak dengan keluarga inti," katanya. 

Termasuk salat Id pada hari raya Idulfitri dan malam takbiran. Muzani mengimbau takbir keliling sebaiknya ditiadakan dan dilakukan di rumah masing-masing.

"Salat Id di masjid harus dikaji apakah zona hijau. Itu harus juga memperhatikan protokol kesehatan. Tentu saja anjuran salat bisa dipertimbangkan jika dilakukan secara bersama-sama karena ini tetap menimbulkan potensi," ujar Muzani.

PBNU 

Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini mengimbau masyarakat tidak mudik menjelang Lebaran guna menghindari lonjakan kasus COVID-19.

"Mudik sebagai media silaturahmi adalah sebuah tradisi yang baik, namun karena situasi pandemi, maka menghindar dari risiko penularan, dengan tidak melakukan mudik adalah lebih utama," ujar Helmy kepada VOI, Kamis, 6 Mei.

Menurutnya, silaturahmi merupakan salah satu ajaran yang sangat dianjurkan oleh Islam serta menjadi media yang bisa digunakan untuk merekatkan kembali nilai-nilai persaudaraan. Akan tetapi, kata dia, silaturahmi bisa dilakukan dengan banyak cara.

"Dalam konteks menghadapi pandemi seperti saat ini, silaturahim dan halal bihalal bisa dilakukan melalui cara-cara yang sedapat mungkin meminimalisir kontak fisik. Silaturahmi bisa dilakukan secara virtual," jelas Helmy.

"Ini sama sekali tidak mengurangi nilai dan esensi silaturahim. Sebab yang utama adalah menyambung rasa kasih sayang," sambung politikus PKB itu.

 

Kemudian, untuk pelaksanaan salat Id berjamaah pada hari raya Idulfitri, Kamis, 13 Mei, dapat dilakukan dengan protokol kesehatan yang ketat dan berkoordinasi dengan pemerintah atau Satgas COVID-19 setempat. 

"Ada pun untuk takbiran bisa dilakukan di rumah masing-masing tanpa keliling kampung agar menghindari kerumunan di tengah pandemi," kata Helmy Faishal.

 

Muhammadiyah

 

Sekretaris Umum (Sekum) PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti mengimbau masyarakat untuk tidak melaksanakan shalat Id apabila wilayah tempat tinggalnya masih darurat pandemi. 

Hal ini guna meredam kerumunan dan mengendalikan lonjakan kasus baru COVID-19. Terlebih adanya varian baru dari mutasi virus tersebut yang sudah masuk ke Indonesia.

"Pertama, kita berusaha bagaimana agar menyempurnakan puasa kita dengan melaksanakan ibadah yang wajib yaitu membayar zakat fitrah. Kemudian kedua, kita melaksanakan ibadah sunah muakad artinya sunah yang dianjurkan yaitu shalat idul Fitri," ujar Abdul Mu'ti kepada VOI, Kamis, 6 Mei.

"Dalam situasi normal yang aman memang kita dianjurkan untuk shalat Idulfitri di lapangan tapi karena masih dalam situasi pandemi covid, maka kalau memang didaerah kita tinggal masih dinyatakan sebagai daerah yang belum aman, sebaiknya melaksanakan salat Idulfitri di rumah secara berjamaah bersama dengan keluarga," sambungnya.

Kemudian untuk kunjungan silaturahim, Mu'ti juga menyarankan masyarakat untuk membatasi tradisi salam-salaman. Sebaiknya, kata dia, bermaaf-maafan bisa dilakukan secara virtual menggunakan teknologi.

"Silaturahmi yang biasanya dilakukan pada saat setelah salat idulfitri itu memang sebaiknya kita batasi. Atau bahkan jika memang betul-betul tidak aman sebaiknya kita melaksanakan silaturahmi dengan cara yang lain. Misalnya melalui virtual atau telepon dan cara lain yang aman," jelas Mu'ti. 

Dia juga mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan kegiatan takbir keliling saat malam menjelang hari raya Idulfitri 2021. 

"Kebiasaan masyarakat seperti takbir keliling dan sebagainya, sebaiknya ditiadakan saja," kata Mu'ti.

 

Kalau pun takbir di mushalla, sambung dia, sebaiknya dibatasi jumlah orang dan dibatasi waktu takbiran.

"Jadi tidak perlu takbir semalam suntuk, selain dapat mengganggu masyarakat yang beristirahat juga bisa membahayakan kesehatan," terang Mu'ti.

"Dan kalau misalnya menyelenggarakan yang di masjid, misalnya mau sepanjang malam sebaiknya tidak pakai speaker yang keluar tapi cukup dengan suara yang didalam. Yang penting kan syiarnya. Kalau niatnya beribadah kepada Allah, tentu saja yang penting kekhusukan kita di dalam beribadah," tandas Abdul Mu'ti.