Bagikan:

JAKARTA - Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Yusmada Faizal diperiksa Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta terkait dugaan korupsi. Korupsi itu diduga terjadi saat Yusmada menjabat sebagai Kepala Dinas Bina Marga DKI tahun 2015.

Lalu, apa yang mesti dilakukan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan? Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menganggap Anies mesti menonaktifkan sementara Yusmada dari jabatannya.

Berkaca dari kasus mantan Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Pinontoan yang terlibat korupsi rumah DP Rp0, dan mantan Kepala Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa (BPPBJ) DKI, Blessmiyanda karena pelecehan seksual, Anies langsung menonaktifkan mereka ketika terseret kasus.

"Seharusnya kalau berpatokan pada kasus Bless itu semua harus kena sanksi tegas apalagi ini korupsi. Minimal dinonaktifkan dulu agar lebih fokus," ujar Trubus saat dihubungi, Senin, 3 Mei.

Lagipula, dengan penonaktifan dari jabatannya, Trubus menganggap Yusmada akan lebih fokus menjalani pemeriksaan terkait korupsi di lingkup Dinas Bina Marga tanpa intervensi.

"Artinya, jangan sampai dia punya kekuasaan yang mampu menghilangkan alat bukti. Apalagi ini publik sudah tau, artinya kan harus diberi kesempatan agar publik turut mengawasi," ucapnya.

Diketahui, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta mengeluarkan surat pemanggilan kepada Yusmada Faizal untuk meminta keterangan terkait dugaan korupsi alat berat. Dalam surat tersebut, dijelaskan bahwa Yusmada menjalani pemeriksaan pada Rabu, 21 April 2021.

Yusmada diminta keterangan sekaligus membawa dokumen-dokumen yang terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan alat-alat berat penunjang perbaikan jalan pada UPT Peralatan dan Perbekalan Dinas Bina Marga DKI Jakarta tahun anggaran 2015.

Penyelidikan dugaan korupsi alat berat berdasarkan temuan BPK Perwakilan Jakarta tahun anggaran 2016 di lingkup Dinas Bina Marga DKI Jakarta. Saat itu, Dinas Bina Marga UPT Alkal melakukan pengadaan alat berat penunjang perbaikan jalan senilai Rp36,1 miliar.

Perjanjian pengadaan alat berat itu disepakati tanggal 25 Juni 2015, dengan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan terhitung mulai 25 Juni sampai dengan 22 Oktober 2015. Saat periode tersebut, Kepala Dinas Bina Marga dijabat oleh Yusmada.

Penentuan harga barang sendiri menggunakan metode e-Purchasing melalui aplikasi e-Katalog yang disediakan LKPP, dengan harga tiap paketnya Rp1,7 miliar.

Dalam temuan BPK RI Perwakilan DKI Jakarta, disebutkan Dinas Bina Marga menggunakan uraian harga dari PT DMU, juga digunakan dalam proses negoisasi di LKPP untuk dicantumkan dalam e-Katalog. Padahal PT. DMU belum terdaftar sebagai agen/distributor pada Kementerian Perdagangan.

Kemudian, barang yang diserahkan ke dinas bina marga diindikasikan tidak sesuai dengan barang yang ditawarkan dan ditayangkan dalam e-Katalog berdasarkan hasil Pemeriksaan dokumen.

Akibatnya, Dinas Bina Marga tidak mendapatkan jaminan kualitas dan purna jual dari produsen yang terdaftar di e-Katalog. Adapun indikasi kerugian daerah senilai Rp13.432.155.000.