Bagikan:

LAMPUNG - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung telah memeriksa sebanyak 80 saksi terkait kasus dugaan korupsi pemungutan retribusi sampah pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bandar Lampung tahun anggaran 2019-2021.

"Hingga saat ini sudah 80 saksi yang telah diperiksa untuk kasus yang menyangkut DLH Kota Bandarlampung terkait dugaan kasus retribusi sampah," kata Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Lampung, Hutamrin, di Bandar Lampung, Selasa 1 November.

Hutamrin memastikan semua saksi yang berhubungan dengan

kasus dugaan korupsi pemungutan retribusi sampah pada DLH Bandar Lampung ini akan diperiksa.

"Terkait apakah ada nama-nama besar atau pejabat di Pemkot Bandarlampung yang diperiksa sebagai saksi, kami tegaskan semua saksi kami periksa," katanya.

Dia mengatakan Kejati Lampung akan terus mendalami kasus ini dengan terus membuka kemungkinan dari hasil pemeriksaan. "Jadi perlu ditegaskan kembali, siapapun yang terlibat dalam kasus ini pasti akan diperiksa," imbuhnya.

Untuk saat ini penyidik Pidsus Kejati Lampung sedang meminta keterangan dari ahli auditor independen dan ahli ekonomi untuk mengetahui jumlah kerugian negara yang ditimbulkan dari kasus ini.

"Untuk berapa pastinya kerugian negara pada kasus tersebut saya belum tahu, nanti ahli yang menyimpulkan," tuturnya.

Sebelumnya, Kejati Lampung memeriksa tujuh saksi terkait kasus dugaan korupsi pemungutan retribusi sampah pada DLH Bandar Lampung tahun anggaran 2019-2021. Pemeriksaan digelar pada 4 Oktober 2022.

Dari rangkaian pemeriksaan, Kejati Lampung resmi menaikkan status penanganan kasus ini ke tahap penyidikan pada 20 September 2022.

Peningkatan status berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Lampung Nomor : Print-07/L.8/Fd.1/06/2022 Tanggal 09 Juni 2022.

DLH Kota Bandar Lampung dalam perkara ini disebut tidak memiliki data induk wajib retribusi sesuai dengan penetapan dari Kepala Dinas (Kadis) sehingga tidak diketahui potensi pendapatan nyata dari hasil pemungutan retribusi pelayanan persampahan di Bandarlampung.

Kemudian dalam rangka pelaksanaan penagihan retribusi sampah dari tahun 2019 hingga tahun 2021, pada DLH Bandar Lampung ditemukan ada perbedaan antara jumlah karcis yang dicetak dengan jumlah karcis yang diporporasi serta karcis yang diserahkan kepada petugas pemungut retribusi.

Ditemukan pula adanya fakta hasil pembayaran retribusi yang dipungut oleh petugas penagih retribusi baik dari DLH maupun UPT pelayanan persampahan di kecamatan yang tidak disetorkan ke kas daerah dalam waktu 1 X 24 jam serta adanya penagih retribusi yang tidak memiliki surat tugas resmi.

Selain itu, berdasarkan laporan Antara, sejak tahun 2019 hingga tahun 2021 ditemukan adanya fakta hasil pemungutan retribusi yang tidak sepenuhnya disetorkan ke kas daerah pada DLH Bandar Lampung, namun dipergunakan untuk kepentingan lain dan kepentingan pribadi.

Kejaksaan menemukan fakta dari tahun 2019 sampai tahun 2021 Pemerintah kota Bandar Lampung melalui DLH tidak memiliki data wajib retribusi berdasarkan penetapan objek retribusi dan Nomor Pokok Wajib Retribusi Daerah (NPWRD) sehingga untuk mengetahui jumlah keseluruhan objek retribusi di Bandar Lampung hanya berdasarkan Data Induk Objek retribusi dari penagih Dinas Lingkungan hidup dan penagih UPT di Kecamatan.

Dalam perkara tersebut, pasal yang disangkakan yakni Pasal 4, 6, 7, dan 8 ayat (1), (3) , (5), dan (6) Tentang Peraturan Walikota Bandar Lampung No.8 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Persampahan /Kebersihan Pada Dinas Lingkungan Hidup yang berpotensi merugikan keuangan negara.