JAKARTA - Selasa, 27 April 2021, Densus 88 menyergap eks Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman di kediamannya, Perumahan Modern Hills, Cinangka, Pamulang, Tangerang Selatan.
Peneliti dari Institute for Security and Security Studies (ISESS) Bambang Rukminto menyebut penangkapan Munarman jadi pintu bagi pihak kepolisian untuk mencari ekstremis lainnya.
"Penangkapan Munarman adalah pintu masuk karena bukti-bukti dan kemudian terkait baiat ISIS dan lainnya sudah ada," kata Bambang pada Minggu, 2 Mei.
Hal ini didasarkan pada dugaan Munarman menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme, bermufakat jahat untuk melakukan tindak pidana terorisme dan menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme.
Dugaan ini diperkuat dengan kehadiran Munarman dalam proses baiat terduga teroros di Makassar, Sulawesi Selatan dan di dalam lingkungan Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta beberapa tahun lalu.
Selain itu, Tim Densus 88 juga melakukan penggeledahan di bekas kantor ormas FPI di Petamburan, Jakarta Pusat. Dalam penggeledahan tersebut tim menemukan bahan baku peledak TATP atau triacetone triperoxide, aseton, dan nitrat.
Dengan adanya sejumlah barang bukti dan penangkapan terhadap Munarman, maka diharapkan polisi bisa menemukan jejaring mereka yang berpaham ekstremisme atau yang mengarah pada terorisme.
"Semuanya mengarah ke sana, bagaimana FPI ini benar-benar harus segera dibersihkan dari anasir-anasir ekstremisme," ungkap Bambang.
Selain itu, penangkapan Munarman menjadi gebrakan besar yang juga memberikan efek jera kepada kelompok ekstremisme di Indonesia yang sebagian memang berada di FPI.
"Jangan sampai yang semula hanya simpatisan kepada FPI pada gerakan sosial yang dilakukan FPI, kemudian semakin besar kebenciannya kepada pemerintah, kepada kepolisian, kemudian mengarah pada ekstremisme ini yang dicoba untuk dihindari dengan penangkapan Munarman ini," jelasnya.
Bantahan Munarman
Sebelum ditangkap, Munarman pernah menjelaskan dirinya tak tahu menahu soal baiat di Makassar. Penjelasan Munarman disampaikan lewat program Mata Najwa.
"Saya (di Makassar) menceritakan tentang geostrategi, geopolitik global, bagaimana Amerika dengan dokumen run corporation melakukan counter terrorism berdasarkan dua dokumen, yaitu treat persistent dan kemudian in their own word,” ujar Munarman, dikutip dari kanal YouTube Mata Najwa.
Dengan alasan itu, Munarman mengklaim, kedatangannya secara sengaja dalam acara pembaiatan ISIS adalah tidak benar karena ia tidak diberi tahu tentang itu.
“Saya tidak tahu karena saya yang diundang di Kota Makassar, karena materi saya begitu, saya ditawari, karena tiket saya besoknya baru pulang,” ujar Munarman.
“Siang mereka menawarkan, besok masih ada lagi katanya, ikutlah saya di situ, saya kira itu sama, nggak taunya ada itu, saya tidak tahu bagaimana, orang tidak tahu,” Munarman menambahkan.
Mantan Sekretaris Bantuan Hukum FPI Aziz Yanuar turut mempertanyakan konteks baiat Densus 88 Antiteror Polri di balik penetapan tersangka Munarman. Alasannya, Munarman diyakini tidak terlibat dalam kelompok atau jaringan terorisme.
"Sekarang kalau baiat yang jelas sepengetahuan saya berdasarkan dari informasi Pak Munarman sendiri, bahwa dia tidak ikut. Maksudnya dia hanya diundang dalam acara seminar. Setelah acara seminar itu (selesai) ada apa masa dia harus bertanggungjawab," kata Aziz.
BACA JUGA:
Selain itu, mengenai kabar Munarman yang disebut-sebut berkomunikasi dengan terduga teroris juga disorot. Menurut Aziz, harus ada bukti yang kuat jika komunikasi Munarman dengan terduga teroris itu membahas soal perkara.
"Kalau misalnya Pak Munarman berkomunikasi dengan orang terus orangnya terkena pidana misalnya gitu, apa pun itu, bertahun-tahun lalu, apa bisa dikaitkan? Kalau hal itu dikait-kaitkan itu bisa membahayakan proses penegakan hukum," kata Aziz.
"Tidak boleh berdasarkan asumsi, kecurigaan yang dasarnya itu tadi hanya percakapan biasa. Kecuali membahas pidana itu," sambung Aziz.