Densus 88 Antitetor Mulai Bidik Mantan Petinggi FPI
Penggeledahan bekas markas Front Pembela Islam (FPI) oleh Tim Densus 88 Antiteror, di Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa 4 Mei. (Foto: Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Densus 88 Antiteror menangkap tiga mantan petinggi Front Pembela Islam (FPI) di Makassar, Sulawesi Selatan, pada Selasa, 4 Mei. Penangkapan itu diduga kuat berkaitan dengan aksi bom bunuh diri di depan Gereja Katedral, beberapa waktu lalu.

Kapolda Sulawesi Selatan Irjen Merdisyam membenarkan soal penangkapan tiga eks petinggi FPI di Makassar itu. Tapi, dia menolak menjelaskan secara rinci perihal proses penangkapan

Alasannya, semua yang berkaitan dengan Densus 88 Antiteror kewenangan dari Mabes Polri.

"Iya betul, ditangani langsung oleh Densus Mabes," ucap Irjen Merdisyam kepada VOI, Selasa, 4 Mei.

Berdasarkan informasi yang didapat ketiga eks petinggi FPI itu berinisial AR, MU dan AS. Mereka ditangkap di lokasi yang berbeda.

Tak hanya menangkap tiga eks petinggi FPI, Densus 88 Antiteror juga menggeledah bekas markas organisasi Front Pembela Islam (FPI), di Jalan Sungai Limboto, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Dalam penggeledahan itu, sejumlah barang-barang diamankan petugas, seperti satu kardus berwarna cokelat, papan nama, dan sebuah bungkusan plastik warna merah termasuk spanduk bertuliskan logo dan nama FPI.

Kabid Humas Polda Sulsel Kombes E Zulpan saat dikonfirmasi membenarkan penggeledahan di tempat eks Sekretariat FPI Makassar. Penggeledahan itu masih rangkaian pengembangan aksi bom bunuh diri Gereja Katedral Makassar pada Minggu, 28 Maret 2021.

"Benar, ada penggeledahan. Itu terkait dengan pengembangan bom bunuh diri di Gereja Katedral, serta kelompok kajian di Villa Mutiara Biru atas penangkapan 20 orang di awal tahun ini, termasuk pengakuan beberapa terduga yang sudah ditangkap sebelumnya," ujar Zulpan

Dia menyebut, ada terduga yang mengakui telah dibaiat oleh Munarman, mantan Sekretaris Umum FPI yang ditangkap beberapa waktu lalu, serta pengembangan sejauh mana keterkaitan dan keterlibatan terduga dengan organisasi yang sudah dibubarkam pemerintah itu.

Ada pengakuan salah seorang yang ditangkap dari beberapa orang yang sudah diamankan. Itu dibaiat sama Munarman beberapa waktu lalu, serta dikembangkan sejauh mana kaitannya dengan peristiwa bom di Gereja Katedral Makassar," kata Zulpan.

Penangkapan terhadap eks tiga petinggi FPI di Makassar ini sudah diprediksi oleh Peneliti dari Institute for Security and Security Studies (ISESS) Bambang Rukminto. Sebab, dia sempat menyebut penangkapan eks Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman jadi pintu masuk bagi pihak kepolisian untuk mencari ekstremis lainnya.

"Penangkapan Munarman adalah pintu masuk karena bukti-bukti dan kemudian terkait baiat ISIS dan lainnya sudah ada," kata Bambang dalam sebuah diskusi daring yang ditayangkan di YouTube, Minggu, 2 Mei.

Terlebih, penangkapan terhadap Munarman karena diduga terlibat dalam baiat di beberapa daerah. Selain itu, dengan adanya sejumlah barang bukti, maka polisi bisa menemukan jejaring mereka yang berpaham ekstremisme atau yang mengarah pada terorisme.

"Semuanya mengarah ke sana, bagaimana FPI ini benar-benar harus segera dibersihkan dari anasir-anasir ekstremisme," tegasnya.

Selain itu, penangkapan Munarman menjadi gebrakan besar yang juga memberikan efek jera kepada kelompok ekstremisme di Indonesia yang sebagian memang berada di FPI.

"Jangan sampai yang semula hanya simpatisan kepada FPI pada gerakan sosial yang dilakukan FPI, kemudian semakin besar kebenciannya kepada pemerintah, kepada kepolisian, kemudian mengarah pada ekstremisme ini yang dicoba untuk dihindari dengan penangkapan Munarman ini," ujar Bambang.

Munarman ditangkap Densus 88 pada Selasa, 27 April sekitar jam 15.30 WIB di Perumahan Modern Hills, Cinangka, Pamulang, Tangerang Selatan.

Dalam proses penangkapan, Munarman tidak diberi kesempatan menjelaskan apapun. Bahkan, untuk sekadar menggunakan sendal. Saat tiba di Polda Metro Jaya, Munarman dibawa dengan mata tertutup dan tangan diborgol.

Munarman diduga menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme, bermufakat jahat untuk melakukan tindak pidana terorisme dan menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme.

Usai penangkapan terhadap Munarman, Tim Densus 88 juga melakukan penggeledahan di bekas kantor ormas terlarang FPI di Petamburan, Jakarta Pusat. Dalam penggeledahan tersebut tim menemukan bahan baku peledak TATP atau triacetone triperoxide, aseton, dan nitrat.

Selain itu, dia juga sudah ditetapkan sebagai tersangka seminggu sebelum ditangkap atau 20 April. Penetapan tersangka diketahui berdasarkan surat keterangan dari Polri