KontraS Pertanyakan Urgensi Munarman Diperlakukan sebagai Teroris, Desak Densus 88 Bicara
ILUSTRASI/MABES POLRI (ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Peneliti Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Rozy Brilian mengaku heran dengan perlakuan polisi terhadap Munarman

KontraS menyorot tindakan Densus 88 memakaikan penutup mata saat menggiring Munarman dari rumahnya di Tangerang Selatan ke Polda Metro Jaya, Jakarta.

Rozy khawatir ada potensi abuse of power dan kesewenang-wenangan yang dilakukan aparat dalam penangkapan Munarman. 

"Kami mempertanyakan urgensi Munarman ini diperlakukan sebagai teroris, Densus 88 harus menjelaskan secara jelas terkait dengan proses ini," ujar Rozy, Kamis, 29 April.

Rozy justru menduga, kasus penangkapan Munarman tidak berkaitan dengan terorisme. Namun, kasus kerumunan dan pembubaran FPI yang menyeret Munarman ke persoalan hukum.

"Kasus Munarman ini sepertinya hanya lanjutan dari kasus kerumunan FPI, pembubaran FPI, extra judicial killing, kami menduga ini satu rangkaian," katanya.

Sebelumnya Polri menetapkan Munarman sebagai tersangka terorisme. Munarman diduga sudah merencanakan aksi terorisme.

Dugaan rencana aksi teror ini disampaikan Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan. “Ya sudah dong,” katanya saat tanya jawab dengan wartawan, Rabu, 28 April.

Munarman ditangkap Densus 88 pada Selasa, 27 April sekitar jam 15.30 WIB di Perumahan Modern Hills, Cinangka, Pamulang, Tangerang Selatan.

Munarman diduga menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme, bermufakat jahat untuk melakukan tindak pidana terorisme dan menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme.

Usai penangkapan terhadap Munarman, Tim Densus 88 juga melakukan penggeledahan di bekas kantor ormas terlarang FPI di Petamburan, Jakarta Pusat.

Dalam penggeledahan tersebut tim menemukan bahan baku peledak TATP atau triacetone triperoxide, aseton, dan nitrat.

Mabes Polri juga menegaskan perlakuan terhadap Munarman saat digelandang ke Polda Metro Jaya. Perlakuan ini sudah sesuai standar internasional.

“Standar internasional penangkapan teroris ya seperti itu. Kejahatan teror itu adalah kejahatan terorganisir yang jaringannya luas sekali,” ujar Kombes Ramadhan.

Pun dengan borgol yang dipakaikan terhadap Munarman. Standar ini disebut Polri sebagai asas persamaan di muka hukum.

“Jadi pada saat penangkapan saudara M, M itu posisinya sudah tersangka,” kata Kombes Ramadhan.

Munarman dijerat dengan UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Namun soal pasal, Kombes Ramadhan belum menyebutkan.

“Sementara (pasal) terkait dengan aksi terorisme. Nggak mungkin lah kasusnya jambret, kasus penipuan. (Dijerat pasal) kasus terorisme,” tegas dia.