Terbukti Menerima Suap, Eks Anggota BPK Rizal Djalil Divonis 4 Tahun Penjara
Sidang vonis Eks anggota BPK Rizal Djalil/ Antara

Bagikan:

JAKARTA - Mantan Anggota IV Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rizal Djalil divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan, karena terbukti menerima suap sejumlah 100 ribu dolar Singapura (setara Rp1 miliar) dari pengusaha.

Suap tersebut berasal dari Leonardo Jusminarta Prasetyo selaku pemilik PT Minarta Dutahutana, karena mendapatkan proyek pembangunan Jaringan Distribusi Utama Sistem Penyediaan Air Minum Ibu Kota Kecamatan (JDU SPAM IKK) Hongaria paket 2 pada Direktorat Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (PSPAM) Direktorat Jenderal (Ditjen) Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR).

"Mengadili, menyatakan terdakwa Rizal Djalil terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama 4 tahun, ditambah denda sebesar Rp250 juta dengan ketentuan bila denda tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 3 bulan," kata ketua majelis hakim Albertus Usada, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, dilansir Antara, Senin, 26 April.

Rizal terbukti melakukan perbuatan berdasarkan dakwaan pertama dari Pasal 12 huruf b UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Vonis tersebut lebih rendah dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang meminta agar Rizal divonis 6 tahun penjara, ditambah denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan.

Majelis hakim juga tidak meluluskan tuntutan JPU KPK yang meminta agar Rizal Djalil membayar uang pengganti sebesar Rp1 miliar dan dicabut hak menduduki jabatan publik selama 3 tahun setelah Rizal selesai menjalani pemidanaan pokok.

"Terkait permintaan penuntut umum untuk pembebanan uang pengganti perbuatan terdakwa menerima suap dari saksi Leonardo Jusminarta Prasetyo bukanlah perbuatan yang merugikan keuangan negara," kata anggota majelis hakim Teguh Santoso.

Menurut hakim, uang 100 ribu dolar Singapura tersebut bukan berasal dari keuangan negara atau dari pekerjaan konstruksi pembangunan Jaringan Distribusi Utama Sistem Penyediaan Air Minum Ibu Kota Kecamatan (JDU SPAM IKK) Hongaria paket 2 pada Direktorat SPAM Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR tahun anggaran 2017-2018.

"Melainkan uang pribadi dari Leonardo Jusminarta Prasetyo, sehingga menurut majelis hakim tidak tepat kalau terdakwa harus dibebani pembebanan uang pengganti oleh karenanya tuntutan penuntut umum untuk membayar uang pengganti harus ditolak," ujar hakim.

Sedangkan terkait pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik, majelis hakim juga tidak setuju dengan JPU KPK.

Majelis hakim mengungkapkan berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 56/PUU-XVII/2019 tanggal 11 Desember 2019 yang menegaskan bahwa bagi calon kepala daerah yang telah selesai masa pidana diharuskan menunggu waktu 5 tahun untuk menjadi calon kepala daerah.

"Pemidanaan kepada terdakwa sudah cukup menjadi pelajaran berharga bagi terdakwa, sehingga ke depannya tidak akan mengulangi perbuatannya dan hal tersebut sudah cukup memberikan efek jera kepada terdakwa atau orang lain agar tidak melakukan perbuatan yang sama, sehingga berdasarkan uraian pertimbangan di atas, terdakwa tidak perlu lagi dijatuhi hukuman pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik," kata hakim pula.

Selain itu, majelis hakim juga memerintahkan untuk membuka 7 rekening atas nama Dipo Nurhadi Ilham yang merupakan anak Rizal Djalil.

Dalam perkara ini, Rizal Djalil mengenal Leonardo yang merupakan pengusaha pada acara kedinasan di Bali tahun 2016, saat diperkenalkan oleh mantan adik ipar Rizal bernama Febi Festia.

Dua minggu kemudian, Leonardo diantarkan Febi bertamu ke rumah Rizal, dan Leonardo memperkenalkan diri sebagai lulusan Australia, ingin mengerjakan proyek-proyek di Kementerian PUPR melalui perusahaan PT Minarta Dutahutama.

Pada Oktober 2016, Rizal lalu memanggil Direktur Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (Direktur PSPAM) Kementerian PUPR Mochammad Natsir, dan menyampaikan ada temuan dari pemeriksaan pembangunan tempat evakuasi sementara di Provinsi Banten. Namun, Natsir mengatakan proyek itu bukan di Direktorat PSPAM.

Rizal juga mengatakan akan ada stafnya yang menghubungi Natsir. Selanjutnya Leonardo dan Febi datang ke kantor Natsir dan memperkenalkan diri sebagai orang yang dimaksud Rizal.

Natsir kemudian menyampaikan pesan kepada Kepala Satuan Kerja (Kasatker) SPAM Strategis Tampang Bandaso bahwa ada proyek di Direktorat PSPAM yang diminati Rizal melalui kontraktor bernama Leonardo Jusminarta Prasetyo.

PT Minarta lalu dinyatakan sebagai pemenang lelang proyek Hongaria 2 TA 2017-2018 yang lokasi pengerjaannya di wilayah Pulau Jawa meliputi Banten, Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur yang total nilainya Rp75,835 miliar.

Pada Maret 2018, Leonardo meminta karyawan PT Minarta bernama Yudi Yordan mengantarkan uang ke rumah Febi Festia sejumlah 100 ribu dolar Singapura dan 20 ribu dolar AS sambil berkata "Ini titipan 'dokumen' dari Pak Leo".

Febri Festia kemudian menerima amplop berisi uang tersebut dan menukarkan uang 100 ribu dolar Singapura itu ke mata uang rupiah mencapai Rp1 miliar. Febi lalu menyerahkan uang itu kepada anak Rizal bernama Dipo Nurhadi Ilham pada 21 Maret 2018, di Transmart Cilandak sambil berkata "titip ini buat ayah", sedangkan uang 20 ribu dolar AS dari Leonardo dipergunakan untuk keperluan pribadi Febi Festia.

Terhadap putusan tersebut, JPU KPK dan Rizal Djalil menyatakan pikir-pikir selama 7 hari.