YOGYAKARTA - Selama beberapa tahun ke depan, sejumlah perusahaan berencana mengerjakan proyek ‘Bukit Algoritma’ di Sukabumi, Jawa Barat.
Dari keterangan Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), proyek ini dikemukakan pertama kali oleh PT Bintang Raya Lokalestari pada tahun 2018 lalu, dengan bekal tanah mereka yang seluas 888 hektare. Proyek tersebut digarap oleh PT Kiniku Bintang Raya yang dipimpin oleh Budiman Sudjatmiko, politisi PDIP.
Perusahaan tersebut adalah hasil kerja sama operasional antara PT Kiniku Nusa Kreasi dengan PT Bintang Raya Lokalestari. Proyek Bukit Algoritma diharapkan mampu menyamai Silicon Valley Amerika Serikat yang dibangun megah sebagai pusat perusahaan teknologi global.
Hanya saja, sekian keraguan muncul setelah menyaksikan rekam jejak dunia riset dan inovasi Indonesia yang kurang terlihat taringnya. Indikator yang digunakan dari pernyataan tersebut adalah pengeluaran riset Indonesia yang minim dalam 20 tahun terakhir.
Sepanjang 2000-2013, Lembaga Knowledge Sector Indonesia (KSI) mencatat bahwa belanja untuk keperluan riset dan pengembangan hanya setara 0,07persen dari PDB. Angka yang sangat rendah untuk di kawasan Asia. Tren tersebut bahkan tidak mengalami perubahan banyak hingga 2018.
Dari data UNESCO Institute for Statistics (UIS), porsi belanja riset Indonesia ada pada angka 0,22 persen PDB. Nilai yang jauh lebih rendah dari negara India yang mempunyai alokasi 0,65 persen dari PDB, Thailand 1 persen, Malaysia 1,04 persen, dan Vietnam 0,52 persen. Nilai tersebut juga jauh berada di bawah Amerika Serikat yang belanja risetnya mencapai 2,7 persen PDB pada 2013 dan 2,83 persen pada tahun 2018.
Kepala Center of Innovation and Digital Economy Indef Nailul Huda berpendapat tren belanja R&D itu telah membuktikan stagnasi perkembangan riset-inovasi di Indonesia. Dari minimnya belanja R&D tersebut, Huda menganggap rencana mengulang keberhasilan Silicon Valley AS adalah target yang terlalu berlebihan.
Kinerja R&D Indonesia masih jauh dari baik
Menurutnya, proyek yang akan dibangun tersebut adalah sebuah langkah yang keliru apabila tidak mengindahkan berbagai data tentang kinerja R&D Indonesia yang masih jauh dari nilai baik.
Sehaluan dengan belanja riset, Nailul menambahkan mayoritas industri di Indonesia masih belum memproduksi barang dengan teknologi tinggi. Dalam catatan Bank Dunia, ekspor barang berteknologi tinggi RI per 2018 hanya sebesar 8 persen dari total ekspor manufaktur. Sebagai perbandingan, Thailand mencapai 23,3 persen, Vietnam 41,4 persen, bahkan Malaysia mampu mencapai angka 52,8 persen.
Seandainya standar dilonggarkan dengan menyertakan pula ekspor barang dengan teknologi menengah, posisi Indonesia juga sama-sama buruk. Pada 2017, porsinya hanya 28,1 persen dari total ekspor manufaktur, di bawah Thailand 63,8 persen, Malaysia 63,4 persen, dan Vietnam 51,3 persen. Dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM), Indonesia juga masih memiliki banyak pekerjaan rumah.
Data UIS mencatat jumlah periset Indonesia berbanding 1 juta penduduk juga jadi salah satu yang paling rendah. Per 2017-2018, jumlahnya hanya 244 per 1 juta penduduk. Bandingkan dengan Pakistan 487, India 408, Cina 3.068, Singapura 7.976, Malaysia 2.656, Thailand 2.003, dan Vietnam 895.
Jika Indonesia hanya fokus membangun kawasan tanpa mempertimbangkan persiapan SDM, akan dikhawatirkan terjadinya kesenjangan bagi siapa pun yang dapat menikmati kemajuan ini.
Melihat betapa jauhnya kapasitas Indonesia dari Silicon Valley, Nailul mengimbau jangan sampai proyek ini hanya sekadar menjadi ajang memperoleh insentif tanpa benar-benar memperhatikan kemajuan R&D. KEK memang akan mendapatkan banyak insentif pajak berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 12/2020 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 237/2020.
Salah satunya pemangkasan tarif PPh Badan selama 10-20 tahun tergantung nilai investasi yang dijanjikan. Eks Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho juga mempunyai sejumlah keraguan terkait proyek tersebut. Menurutnya, peta jalan dan ekosistem proyek ini tidak memiliki kejelasan.
Ikuti berita dalam dan luar negeri lainnya hanya di VOI, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!