Bagikan:

YOGYAKARTA – Pembangunan Bukit Algoritma menjadi tonggak sejarah bagi Indonesia dalam upaya penguasaan industri berbasis teknologi 4.0. Akan tetapi, sejak dilakukan groundbreaking di Cikidang, Sukabumi, Jawa Barat pada Rabu, 9 Juni, proyek tersebut berjalan dengan sangat lambat, bahkan dikabarkan mangkrak. Lantas, bagaimana progres Bukit Algoritma?

Sebagai informasi, Bukit Algoritma merupakan proyek berbentuk KSO (Kerja Sama Operasi) yang dipimpin oleh Budiman Sudjatmiko antara Pt Kiniku Bintang Raya dengan badan Usaha Milik Negara (BUMN) bidang konstruksi, PT Amarta Karya (AMKA). Perusahaan BUMN dipercaya sebagai mitra infrastruktur pada tahap pertama selama tiga tahun ke depan.

Progres Bukit Algoritma

Ketua Pelaksana Kiniku Bintang Raya KSO Budiman Sudjatmiko membeberkan progres Bukit Algoritma.

Budiman menegaskan, proyek Bukit Algoritma masih berjalan. Hal ini sekaligus menepis kabar mangkraknya proyek yang digadang sebagai "Silicon Valley"-nya Indonesia itu.

“Masih jalan. Masih tidak secepat yang kita bayangkan. Tapi masih jalan dan enggak ada uang serupiah pun dari APBN," ujar Budiman dalam sebuah tayangan YouTube, dikutip VOI.

Dirangkum dari berbagai sumber, pembangunan infrastruktur Bukit Algoritma disebut dalam tahap pertama. Saat ini, pihak pengembang masih fokus merenovasi sejumlah gedung yang terbengkalai di proyek tersebut.

Ide Awal Bukit Algoritma yang Digagas Budiman Sudjatmiko

Gagasan pembangunan Bukit Algoritma sudah dicetuskan oleh Budiman Sudjatmiko pada 2018. Kala itu, Budiman bersama rekan-rekannya mendirikan kelompok inovator 4.0 untuk mengumpulkan anak-anak Indonesia yang memiliki concern terhadap inovasi-inovasi teknologi.

“Kenapa kita kumpulkan? karena menghadapi era revolusi industri 4.0,” kata Budiman saat bercerita banyak soal ide awal Bukit Algoritma kepada VOI pada Akhir Juni 2021. 

Menurut Budiman, revolusi industri itu selalu mengubah banyak sistem ekonomi, politik, budaya, kebangsaan, sosiologi dan sebagainya.

Dia menambahkan, dalam tiga revolusi industri sebelumnya, Indonesia nyaris hanya sekedar menjadi objek atau masih sebagai konsumen.

Pasalnya, saat itu Indonesia masih dalam masa penjajahan Belanda. Pada revolusi industri ketiga tahun 1950-an saat dikenalkan komputer dan teknologi digital, beberapa negara yang tak muncul di era revolusi industri sebelumnya mulai muncul, seperti India dan China. Revolusi industri berdampak pada pertumbuhan ekonomi.

Pada era revolusi industri 4.0, perkembangan teknologi sudah semakin kencang dan penggunaan alat baik itu lewat rekayasa digital, rekayasa biologi, rekayasa atom semakin memengaruhi peradaban dunia. Tampaknya Indonesia juga belum ada tanda-tanda untuk ada di depan dalam revolusi industri ke-4 ini. Padahal pemerintah sudah mencanangkan harus mengantisipasi itu.

Pemerintah juga tidak bisa melakukan ini sendirian, pihak swasta juga harus andil. Kami hadir untuk membantu pemerintah untuk tampil di depan.

“Kami mengumpulkan anak muda untuk mengantisipasi itu. Indonesia punya SDM yang mampu. Saat itu ada pihak yang punya ide serupa. Mereka punya lahan 888 hektar yang akan diserahkan kepada kita untuk dikelola dan menjadi tempat SDM melakukan penelitian inovasi terutama dalam tiga bidang; rekayasa digital, rekayasa atom dan rekayasa biologi,” ungkap Budiman.

“Kita akan mengajak orang-orang kita yang dikuliahkan oleh negara untuk pulang dan mengabdikan ilmunya di tanah air. Kita akan buat ekosistem yang dibutuhkan oleh mereka,” sambung Budiman.  

Bukit Algoritma akan menampung mereka yang sudah belajar sampai doktor untuk berkarya di sini.

“Bukti Algoritma yang ada di Sukabumi akan membuat produk yang hasilnya berupa paten dan hasil riset. Nanti akan ada juga Bukit Algoritma di tempat lain untuk produksi masal atau pabrik /hardware kalau yang di Sukabumi software,” terang Budiman.

Demikian informasi tentang progres Bukit Algoritma. Dapatkan update berita pilihan lainnya hanya di VOI.ID.